REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi X DPR RI Anang Hermansyah mendesak pemerintah segera memperbaiki fondasi dari dua sektor ekonomi kreatif, yakni musik dan film. Menurutnya dua hal tersebut memiliki potensi yang besar dalam menyumbang produk domestik bruto (PDB) nasional.
Di bidang film, Anang mendesak untuk segera dibuatkan sistem box office yang dapat mendata film baik dari sisi penonton dan lainnya.
"Tahun 2018 ini pemerintah harus mulai memperhatikan ranah musik dan film sebagai satu isu yang perlu ditata dan diperbaiki fondasinya," kata Anang melalui siaran pers kepada Republika.co.id, Kamis (18/1).
Anang menilai, dalam tiga tahun terakhir kinerja dua sektor tersebut tidak menggembirakan. Kontribusi Produk Domestik Bruto (PDB) di sektor musik dan film tahun 2016 masih di bawah 1 persen.
Hal itu berbeda jauh jika disandingkan dengan sektor kuliner yang memiliki prosentase PDB nya sekitar 41,69 persen, lalu fashion 18,15 persen, serta kriya 15,7 persen.
"Selebihnya di bawah 10 (persen) apalagi subsektor musik, seni pertunjukan, film, seni rupa, desain interior. Angka PDB-nya tidak mencapai 1 persen. Saya sedih betul lihat angka-angka ini," sesal Anang.
Karena itu, dalam rapat kerja dengan Menteri Pendidikan Kebudaan (Mendikbud) pada Selasa (16/1) lalu, Anang menagih rekomendasi Panitia Kerja (Panja) Perfilman DPR RI yang meminta agar pemerintah menerbitkan peraturan pemerintah (PP) terkait UU No 33/2009 tentang Perfilman. Sebelumnya, pemerintah berjanji tahun ini akan menerbitkan PP Perfilman tersebut.
Selain PP Perfilman, Anang juga mendesak Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) untuk membuat sistem box office untuk memastikan pendataan film baik dari sisi penonton, jumlah tiket yang terjual serta tren penyebaran film.
"Dalam raker dengan Bekraf, saya sampaikan agar pemerintah segera mengkonkretkan sistem box office. Ini rencana sudah lama, tapi belum terlaksana. Tahun ini harus dilaksanakan," jelas Anang.
Adapun fondasi di sektor musik, juga mendesak Bekraf agar melakukan koordinasi dengan Direktorat Hak dan Kekayaan Intelektual (Haki) terkait dengan kerja Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) dan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) untuk menegakkan royalti berbasis hak cipta dan hak tayang (performance right).
"Saat ini Dirjen Haki sudah ada pejabat definitif, koordinasi dengan Bekraf harus segera dilakukan secepatnya, terkait LMKN dan LMK," ungkap Anang.