Kamis 18 Jan 2018 10:14 WIB

Pengamat: Dana Saksi Hanya untuk Samarkan Niat Parpol

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Andi Nur Aminah
Pengamat Politik Universitas ParamadinaToto Sugiarto
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Pengamat Politik Universitas ParamadinaToto Sugiarto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Politik Universitas Paramadina Toto Sugiarto menilai dana saksi yang disetorkan oleh orang yang ingin menjadi kepala daerah kepada partai politik sebetulnya hanya menjadi alat untuk menyamarkan kegunaan utama uang tersebut. Sebab tidak ada jaminan bahwa uang setoran itu bakal digunakan untuk dana saksi.

"Uang dana saksi ini memang harus dibayar oleh si calon, tapi maksud saya, tidak ada jaminan bahwa 100 persen uang yang disetorkan itu untuk dana saksi. Ada kemungkinan diambil oleh oknum, disalahgunakan, dan tidak sepenuhnya dipakai untuk dana saksi," kata dia kepada Republika.co.id, Kamis (18/1).

Penamaan dana saksi sebagai uang yang mesti disetor si calon, Toto mengatakan, hanya bertujuan untuk menutup-nutupi niat yang sesungguhnya. Sebab, sampai sekarang pun tidak ada standar baku atau ukuran pasti berapa dana saksi yang harus dikeluarkan pada suatu wilayah. "Betul tidak ada standarnya, misal patokannya berapa," ungkapnya.

Apalagi, dia mengatakan, kalau ada orang yang hendak menjadi kepala daerah, lalu diminta parpol untuk membayar dana saksi, maka tidak ada jaminan bahwa parpol akan menggunakan uang setoran tersebut untuk membayar para saksi. "Kecenderungannya ada sebagian kecil untuk pembiayaan (dana saksi itu) tapi sebagian lagi kita tidam tahu ke mana. Dari situ saya bisa menduga bahwa dana saksi itu tak lebih dari alasan saja untuk menutup-nutupi imbalan yang sekarang sudah dilarang oleh UU," kata dia.

Aturan perundang-undangan, lanjut Toto, jelas sudah melarang adanya uang setoran kepada parpol untuk bisa maju menjadi calon kepala daerah dari parpol tersebut. Karena juga sudah diatur tentang sanksinya, maka, menurut dia, parpol berusaha menyamarkan.

"Sekarang UU sudah jelas memberi sanksi kepada parpol kalau menerima uang, karena ada sanksi yang berat itu maka kemudian dicarilah alasan-alasan yang kemudian bisa menutupi itu," jelas dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement