Kamis 18 Jan 2018 10:55 WIB

Milisi Suriah Bebaskan 24 Tawanan Anak dan Perempuan

Gerilyawan anggota Tentara Pembebasan Suriah.
Foto: Reuters/Abdo
Gerilyawan anggota Tentara Pembebasan Suriah.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Pemberontak Suriah di daerah kantong Ghouta yang terkepung membebaskan 24 orang, perempuan dan anak-anak. Mereka dibebaskan dalam sebuah kesepakatan yang dimediasi Bulan Sabit Merah Arab Suriah, kata media pemerintah, Selasa (16/1).

Kantor berita pemerintah SANA mengatakan para tahanan itu telah ditahan antara delapan bulan dan tiga tahun di pinggiran timur Damaskus tempat hampir 400 ribu orang dikepung oleh pasukan Presiden Bashar al-Assad sejak 2013. Ghouta Timur adalah posisi pemberontak besar terakhir yang dekat dengan ibu kota.

Pada akhir Desember, sebuah kesepakatan dicapai antara Damaskus dan para pemberontak untuk mengevakuasi orang-orang dengan kasus medis kritis dengan imbalan pelepasan tahanan. Komite Internasional Palang Merah mengatakan pada Desember 29 dari kasus paling serius telah diizinkan memasuki wilayah pemerintah untuk mendapatkan perawatan berdasarkan kesepakatan tersebut.

SANA mengatakan sejumlah tahanan juga dibebaskan pada akhir Desember di bawah kesepakatan tersebut. Sekitar 600 orang masih berada dalam daftar evakuasi medis, kata Organisasi Kesehatan Dunia PBB.

Seorang pejabat PBB di Suriah mengonfirmasi pembebasan sekitar 24 orang tersebut kepada Reuters, dengan mengatakan mereka adalah warga sipil yang telah diculik oleh pemberontak dan beberapa di antaranya ditahan hingga tiga tahun. Peta konflik tujuh tahun Suriah telah berubah menguntungkan Assad dan sekutu Rusia dan Irannya selama dua tahun terakhir.

Mereka telah merebut kembali pusat-pusat populasi utama di Suriah barat dari pemberontak yang berusaha menggulingkannya dan mendorong kembali kelompok ISIS di timur.

Didukung oleh operasi Rusia, pasukan pemerintah Suriah telah meningkatkan operasi militer melawan Ghouta Timur dalam beberapa bulan terakhir, berusaha memperketat pengepungan yang menurut warga dan pekerja bantuan dengan sengaja menggunakan kelaparan sebagai senjata perang, sebuah tuduhan yang disangkal pemerintah.

Ghouta Timur menderita kekurangan makanan, bahan bakar dan air minum yang parah, kata juru bicara Program Pangan Dunia Bettina Luescher pada Selasa.

"Kami telah melihat banyak kasus malnutrisi parah, beberapa orang telah memakan makanan ternak dan sampah. Kesulitan yang dihadapi warga, kami telah menggarisbawahi hal itu sebelumnya, sungguh menakjubkan, bagaimana mereka bisa bertahan," katanya.

ICRC tidak segera memberikan komentar. Pekan ini tentara Suriah bertekad mengakhiri segala bentuk kehadiran Amerika Serikat di negara tersebut.

Koalisi yang dipimpin Amerika Serikat bekerja dengan milisi Suriah untuk membentuk pasukan perbatasan baru yang terdiri dari 30 ribu personel. Kementerian luar negeri Suriah mengecam pasukan perbatasan yang didukung Amerika Serikat sebagai serangan terang-terangan atas kedaulatannya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement