REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Persatuan Gereja Dunia mengatakan, Yerusalem merupakan kota bersama. Sebabnya, kota tersebut tidak dapat dimiliki secara ekslusif oleh satu negara atau kelompok tertentu. Mereka mengatakan, status Yerusalem sebagai kota bersama harus dipertahankan.
"Masa depan komunitas kristiani di Yerusalem juga terancam oleh situasi yang terjadi di kota mereka sendiri saat ini," kata Sekeretaris Jendral Persatuan Gereja Dunia Olav Fykse Tveit seperti diwartakan Wafa, Kamis (18/1).
Tveit mengatakan, terlebih warga Palestina yang hidup dalam penjajahan Israel ditambah dampak negatif dari permukiman ilegal. Mereka hidup dalam niat baik komunitas internasional yang tidak bisa tersampaikan guna mendukung solusi yang layak dan adil untuk semua orang yang tinggal di Tanah Suci tersebut.
Dikatakan Tveit, Yerusalem merupakan kota yang ditempat oleh tiga keyakinan berbeda yakni, Muslim, Kristiani dan Yahudi. Menurut Tveit, ikatan nyata diantara masyarakat yang tinggal di kota itu harus dihormati dan ditegaskan dalam solusi apa pun yang mungkin dipertimbangkan, jika hal itu layak dilakukan.
Dia mengatakan, keputusan Trump yang mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel tidak membantu proses perdamaian. Hal itu, tegasnya, justru menambah panjang konflik yang terjadi di kawasan tersebut. Dia meminta, adanya solusi baru untuk menjaga perdamaian di Yerusalem.
Tveit mengatakan, kalaupun Yerusalem menjadi ibu kota bagi dua negara, seharusnya ada solusi politis yang nyata mengenai bagaimana hal itu dapat terwujud. Dia melanjutkan, bilamana hal itu terjadi, kedua negara juga harus mendefinisikan hingga menetapkan batas-batas nyata yang diakui secara internasional.
"Tidak ada negara yang bisa menentukan secara sepihak seperti apa hukum internasional yang berlaku mengenai masalah ini," katanya dalam konferensi internasional guna mendukung status Yerusalem.
Tveit mengatakan, solusi terkait status Yerusalem hanya bisa dibicarakan antara pemerintah Palestina dan Israel. Dia mengungkapkan, hal itu juga harus terjadi dengan dukungan dari masyarakat internasional.
"Terutama dari negara-negara di Timur Tengah, yang seharusnya memikul tanggung jawab yang lebih besar untuk membantu menemukan solusi berkelanjutan bagi masa depan yang damai dan adil bagi Yerusalem," katanya.