REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan direktur jenderal Perhubungan Laut (Hubla) Kementerian Perhubungan, Antonius Tonny Budiono pada hari ini menjalani sidang perdananya di Pengadilan Tipikor, Jakarta. Jaksa penuntut umum KPK pada dakwaan pertama mendakwa Tonny menerima suap Rp 2,3 miliar dari Komisaris PT Adihiguna Keruktama, Adi Putra Kurniawan.
"Terdakwa melakukan beberapa perbuatan menerima hadiah berupa uang secara bertahap senilai Rp 2,3 miliar," kata jaksa KPK, Dodi Sukmono di ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (18/1).
Jaksa KPK menduga, suap tersebut berkaitan dengan proyek pekerjaan pengerukan alur Pelabuhan Pulang Pisau Kalimantan Tengah pada 2016 dan pekerjaan pengerukan alur pelayaran Pelabuhan Samarinda Kalimantan Timur tahun 2016. Selain itu, uang Rp 2,3 miliar itu diberikan karena Tonny juga telah menyetujui penerbitan surat izin kerja keruk (SIKK) untuk PT Indominco Mandiri, PT Indonesia Power Unit Jasa Pembangkitan (UJP) PLTU Banten serta proyek di kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas I Tanjung Emas Semarang.
Diketahui pengerukan keduanya dilakukan oleh PT Adhiguna Keruktama. Adapun, sambung jaksa Dodi, suap disetorkan PT Adhiguna Keruktama ke Tonny melalui rekening palsu Bank Mandiri atas nama Yongkie Goldwing dan Jokp Prabowo. Adi Putra sengaja membuat rekening palsu tersebut dan memberikan dua ATM itu kepada Tonny.
"Dalam pertemuan di ruang kerja, terdakwa menerima kartu ATM Mandiri beserta pin dan buku tabungan atas nama Joko Prabowo. Adi Putra mengatakan bahwa rekening akan diisi uang dan dapat digunakan oleh terdakwa sewaktu-waktu," terang jaksa Dodi.
Pada perkara ini, Tonny juga didakwa menerima gratifikasi yang totalnya mencapai Rp 21,1 miliar. Atas dua dakwaan ini, Tonny didakwa melanggar Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.