Jumat 19 Jan 2018 05:07 WIB

Trump Berencana Denda Cina karena Curi Kekayaan Intelektual

Presiden Donald Trump.
Foto: EPA-EFE/Michael Reynolds
Presiden Donald Trump.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Donald Trump pada Rabu (17/1) mengatakan Amerika Serikat mempertimbangkan denda besar sebagai bagian dari penyelidikan terhadap dugaan pencurian kekayaan intelektual oleh Cina. Hal itu menjadi tanda paling jelas pemerintahannya akan melakukan langkah perdagangan pembalasan terhadap Cina.

Dalam wawancara, Trump dan penasihat ekonominya Gary Cohn mengatakan Cina memaksa perusahaan AS mengalihkan kekayaan intelektual ke Cina sebagai biaya karena melakukan usaha di sana. AS telah memulai penyelidikan perdagangan terhadap masalah tersebut dan Cohn mengatakan Perwakilan Perdagangan AS akan segera membuat saran mengenai hal itu.

"Kami memiliki peluang kekayaan intelektual sangat besar yang segera keluar," kata Trump.

Sementara Trump tidak menentukan yang dimaksud dengan denda terhadap Cina, undang-undang perdagangan 1974 yang memberi wewenang penyelidikan dugaan pencurian kekayaan intelektual oleh Cina membuat dia dapat memberlakukan tarif balasan atas barang Cina atau sanksi perdagangan lain hingga Cina mengubah kebijakannya.

Trump mengatakan kerusakan bisa jadi meninggi, tanpa merinci bagaimana angka tersebut tercapai atau berapa biaya yang harus dikeluarkan. "Kami membicarakan kerusakan besar, kami sedang membicarakan angka yang bahkan belum pernah Anda pikirkan," kata Trump.

Beberapa bisnis di AS mengatakan mereka kehilangan ratusan miliar dolar pada sektor teknologi dan jutaan pekerjaan ke perusahaan Cina yang telah mencuri gagasan dan perangkat lunak atau memaksa mereka untuk menyerahkan kekayaan intelektual sebagai bagian dari harga dalam melakukan bisnis di Cina.

Presiden mengatakan dia ingin AS memiliki hubungan yang baik dengan Cina, namun Beijing perlu memperlakukan AS dengan adil. Trump mengatakan dia akan mengumumkan beberapa langkah terhadap Cina mengenai perdagangan dan mengatakan akan membahas masalah ini selama pidato kenegaraan tahunan "State of the Union" ke Kongres AS pada 30 Januari.

Ketika ditanya tentang kemungkinan perang perdagangan tergantung pada tindakan AS terhadap baja, aluminium dan panel surya, Trump mengatakan dia berharap perang perdagangan tidak akan terjadi. "Saya rasa tidak. Saya harap tidak. Tapi kalau ada, pasti terjadi," katanya.

Di Beijing, juru bicara Kementerian Luar Negeri Lu Kang mengatakan tidak ada undang-undang di Cina yang memaksa investor asing menyerahkan teknologi, namun mengakui hal tersebut dapat terjadi sebagai bagian dari perilaku pasar di antara perusahaan yang bekerja sama satu sama lain.

"Sama sekali tidak ada campur tangan pemerintah dalam tindakan ini. Pada saat yang sama, saya ingin menekankan Cina dengan tegas melindungi hak-haknya yang sah," kata Lu dalam jumpa pers harian pada Kamis.

Jeffrey Schott, seorang rekan senior di Institut Peterson untuk Ekonomi Internasional, mengatakan penalti berdasarkan Bagian 301 dari Undang-Undang Perdagangan 1974, yang memberi wewenang untuk menyelidiki praktik kekayaan intelektual Cina, mungkin akan mencakup paket tarif dan pembatasan investasi Cina di Amerika Serikat.

"Saya menduga langkah AS akan melibatkan pembatasan di wilayah di mana kami tidak memiliki kewajiban WTO (Organisasi Perdagangan Dunia)," kata Schott.

"Trump suka membicarakan tarif sehingga bisa menjadi bagian dari paket juga. Warga Cina memiliki hak hukum untuk melakukan pembalasan terhadap kenaikan tarif," katanya.

Sepanjang kampanye pemilihan 2016, Trump sering mengancam akan mengenakan tarif 45 persen untuk barang-barang Cina sebagai cara untuk memberi tingkat lapangan bermain bagi pekerja Amerika. Pada saat itu, dia juga menuduh Cina memanipulasi mata uangnya untuk mendapatkan keuntungan ekspor, sebuah klaim pemerintahannya telah jatuh sejak saat itu.

Trump mengatakan pada Rabu Cina berhenti memenuhi kriteria manipulasi mata uang setelah pemilihannya, dan dia mengatakan bahwa membuat penetapan tersebut saat mencoba bekerja sama dengan Beijing untuk mengendalikan Korea Utara akan menjadi rumit.

"Bagaimana menurut Anda, 'Hey, tolong bantu saya soal Korea Utara dan saya akan menyebut Anda seorang manipulator mata uang?' Hal itu benar-benar tidak akan berhasil," kata Trump.

Presiden juga mengatakan bahwa dia dan Presiden Cina Xi Jinping tidak membahas rencana Cina sehubungan dengan pembelian obligasi Departemen Keuangan AS. Bloomberg melaporkan pada awal bulan ini pejabat Cinayang meninjau kembali kepemilikan valuta asing di negara tersebut telah merekomendasikan perlambatan atau penghentian pembelian obligasi Departemen Keuangan AS.

Trump mengatakan dia tidak khawatir langkah seperti itu akan merugikan perekonomian AS. "Kami tidak pernah membicarakannya. Mereka harus melakukan yang mereka lakukan," katanya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement