REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan mengakui tak seluruh unit Rumah DP Nol Rupiah dapat langsung dijangkau oleh masyarakat miskin. Namun, ia telah menyiapkan skema lain untuk warga yang tidak mampu memenuhi persyaratan perbankan (unbankable).
"Memang sebagian ada komponen masyarakat kita yang tidak bisa mulainya dengan rusunami. Mulainya dengan sewa," kata Anies di Balai Kota DKI Jakarta, Jumat (19/1).
Anies mengaku telah mendiskusikan adanya kemungkinan untuk menggunakan sistem sewa jangka panjang. Pada akhir masa sewa, rumah itu dapat menjadi hak milik penyewa.
Namun, ada beberapa syarat agar penyewa dapat memperoleh hak milik hunian tersebut. Anies mengatakan, penyewa harus membayar biaya sewa secara rutin. Selain itu, mereka harus merawat rumah yang dihuni dengan baik dan rapi.
"Di sini kita akan siapkan yang polanya sewa, tertib bayarnya, perawatannya rapi, nanti di ujung bisa menjadi pemilik," kata mantan menteri pendidikan dan kebudayaan (mendikbud) ini.
Kendati demikian, skema ini tidak bisa langsung diterapkan. Saat ini, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI sedang fokus merealisasikan unit pertama Rumah DP Nol di Pondok Kelapa, yang akan mulai dipasarkan April 2018.
Sementara proyek ini berjalan, Pemprov menyiapkan skema sewa khusus untuk warga miskin. Kini sedang dihitung ukuran rumah dan durasi penyewaan yang memungkinkan.
"Kenapa? Karena mereka tidak mungkin bisa masuk kategori yang bankable. Karena itu, bankable kan mereka harus berpenghasilan cukup, agar 30 persen bisa untuk kredit. Mereka yang berada di bawah mau tidak mau akan sangat sulit," kata dia.
Anies meminta masyarakat tidak khawatir. Ia meminta dukungan masyarakat untuk memulai unit pertama untuk menjangkau seluruh lapisan masyarakat. "Ini kita mulai satu dulu. Jadi satu dulu. One by one. Tapi nantinya insya Allah kita akan menjangkau semuanya," ujar dia.
Sebelumnya, Ketua Real Estate Indonesia (REI) DKI Jakarta Amran Nukman HD mengatakan Rumah DP Nol Rupiah tidak akan bisa dijangkau warga berpenghasilan Rp 4 juta ke bawah. Ia memastikan unit yang akan dibangun berupa rumah susun atau rusun. Tingginya harga tanah di DKI tak memungkinkan untuk mendapatkan tanah murah. Oleh karena itu, tak mungkin pula program rumah murah dibangun dalam bentuk rumah tapak (landed).
Rumah susun menuntut adanya struktur bangunan, genset, dan fasilitas lain yang membuatnya lebih mahal daripada rumah tapak. Amran memperkirakan, harga rumah susun di DKI Jakarta berkisar Rp 300 jutaan per unit. Di Jakarta Timur, harga rumah susun diperkirakan mencapai Rp 325 juta. Harga tertinggi berada di Jakarta Utara, yaitu Rp 345 juta.
"Nggak mungkin Rp 100 jutaan," kata dia.
Dengan harga sekitar Rp 300 jutaan, cicilan per bulan yang harus dibayar pembeli sekitar Rp 2,5 juta. Sementara, Bank Indonesia mensyaratkan nominal cicilan minimal 30 persen dari pendapatan penerima pembiayaan. Dengan cicilan sebesar Rp 2,5 juta, maka orang yang bisa membeli rumah itu harus berpenghasilan sekitar Rp 7,5 juta.
"Itu bukan REI yang menentukan, itu Pemprov, pemerintah malah, pemerintah pusat, bahwa ini nanti untuk orang yang penghasilannya di kisaran Rp 7 jutaan supaya bisa nyicil, beli tadi Rp 2,5 jutaan per bulan nyicilnya," kata dia.
Sebelumnya, 21 perusahaan di bidang properti yang menjadi anggota REI menyatakan dukungan mereka terhadap Pemprov DKI. Mereka akan membantu pemprov dalam membangun Rumah DP Nol. Sebagai imbal balik, mereka menuntut adanya insentif dari pihak Pemprov.