REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Jenderal Polisi Muhammad Tito Karnavian menegaskan, Polri tidak pernah berkehendak melakukan kriminalisasi pada ulama. Hal ini diucapkannya terkait kasus dugaan ujaran kebencian yang menimpa Zulkifli Muhammad Ali.
"Prinsipnya sekali lagi, Polri tidak ingin melakukan kriminalisasi terhadap ulama. Kriminalisasi itu kalau ada perbuatan yang dia tidak diatur dalam hukum pidana setelah itu dia dipaksakan dipidanakan. Itu namanya kriminalisasi," kata Tito di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (19/1).
Namun, kata Tito, jika suatu perbuatan itu diatur dalam hukum pidana, maka Polri pasti akan melakukan proses penegakan hukum. Terkait kejadian yang menimpa Zulkifli, Tito mengatakan, hal tersebut terkait adanya ceramah yang viral mengandung konten yang patut dipertanyakan.
"Jadi contohnya misalnya katanya 200 juta KTP sudah dibuat di Paris, 200 juta sudah dibuat dimana, di Tiongkok dan Paris 200 juta. Datanya benar tidak? Karena ini datanya sangat berbahaya dan bisa memprovokasi publik bagi masyarakat yang tidak paham," kata Tito.
Intelijen kepolisian, kata Tito, bahkan tidak mengetahui informasi seperti itu. Untuk itu, Polri berniat, mengklarifikasi data yang diungkapkan Zulkifli Muhammad Ali valid atau asumsi belaka. Tito pun menyadari, publik dan umat Islam sangat menghargai ulama.
Ulama, menurutnya, adalah tokoh panutan. "Ulama itu panutan, apa yang disampaikan ulama seringkali didengar diikuti dan dicerna oleh publik," kata dia.
Oleh karena itu, Tito berharap, agar para ulama dapat memberikan informasi yang benar pada publik. Publik harus mengetahui data yang akurat dan kredibel. "Kalau datanya gak akurat gak kredibel sedangkan figurnya dipercaya diikuti didengar oleh publik ini bahaya nanti miss," kata Tito.