REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ustaz Bachtiar Nasir yang menjadi salah satu pembicara dalam Tabligh Akbar di Masjid Agung Al-Azhar, Jakarta Selatan, Jumat (19/1) mengatakan, Indonesia perlu membuat suatu badan musyawarah. Hal ini disebut perlu dilakukan mengingat tahun 2018 ini merupakan tahun pemilihan umum (pemilu) dan umat Muslim perlu menyatukan suara.
"Ulama memiliki peran sebagai seorang pemimpin untuk membimbing umat yang masih bingung. Nah saat ini umat bingung harus memilih pemimpin siapa nantinya. Maka berangkat dari kaidah yang ada, harus dilakukan syura (musyawarah) agar umat bisa satu suara," ujar Ustaz Bachtiar dalam paparannya di Masjid Agung Al-Azhar, Jakarta Selatan, Jumat (19/1).
Dalam Tabligh Akbar yang dilakukan setelah Isya tersebut memang mengangkat tema "Pemimpin Kebangkitan Peradaban Islam".
Syura disebut Ustaz Bachtiar adalah salah satu cara agar umat dan ulama tidak terpecah-pecah. Syura juga bisa membantu tokoh yang dipilih mendapatkan keberkahan dari Allah serta bimbingan-Nya agar selalu berjalan di jalan yang benar serta selamat dari urusan dunia serta akhirat.
Baca juga, Bachtiar Nasir dan Konsolidasi Garut.
Ustaz yang akrab dengan julukan UBN kemudian menjelaskan bahwa saat ini sayangnya masing-masing organisasi masyarakat (ormas) memiliki kedekatan khusus dengan salah satu calon yang akan diusung. Hal ini menjadi masalah dan bisa menimbulkan perpecahan apalagi tidak berangkat dari Syura.
"Syura itu penting dan digunakan untuk kepentingan publik. Setelah bermusyawarah maka tekad untuk memilih akan lebih sah. Ketika sudah syura maka insya Allah itu menjadi pilihan terbaik menurut Allah," ujar pria kelahiran tahun 1967 itu.
Terakhir UBN sekali lagi meminta untuk para ulama di Indonesia membentuk lembaga Syura di masing-masing daerah yang akan melakukan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak nanti. Dalam lembaga tersebut minimal diisi oleh tiga komponen, yaitu cendekiawan atau dari pendidikan, ulama, dan dari adat atau daerah.
Dengan adanya perwakilan dari tiga sisi maka akan lebih bisa dipikirkan baik buruk dan bagaimana masa depan nantinya ditangan para calon pemimpin yang ada. Tanpa Syura maka akan terjadi 'kecelakaan' ke depan. "Siapapun ulama atau tokoh yang punya data tentang calon dan dianggap baik lalu memilih sosok tersebut tanpa adanya Syura akan tetap dianggap salah," lanjutnya.