REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi mengumumkan akan mencalonkan diri untuk masa jabatan keduanya dalam pemilihan presiden yang akan diselenggarakan Maret mendatang. Mantan komandan militer itu secara luas diperkirakan akan menang dalam pemilihan tersebut.
"Hari ini saya katakan terus terang dan transparan saya harap Anda mengizinkan dan menerima kembali pencalonan saya untuk jabatan presiden," kata Sisi, Jumat (19/1).
Dalam pengumuman yang disiarkan di televisi tersebut, Sisi menyampaikan prestasi Mesir selama masa jabatan pertamanya. Salah satunya adalah pemulihan ekonomi setelah Mesir bertahun-tahun mengalami gejolak politik dan ketidakstabilan.
"Membangun negara membutuhkan waktu 16 sampai 20 tahun. Saya berusaha menyelesaikannya dalam delapan tahun, insya Allah," ujar Sisi.
Para penantang mengaku telah merasakan upaya Sisi menyingkirkan mereka bahkan sebelum kampanye dimulai. Mereka mendapatkan serangan media, intimidasi pendukung, dan proses nominasi untuk mengunggulkan Sisi.
"Saya berjanji pemilihan presiden yang akan datang akan bebas dan transparan serta memberikan kesempatan yang sama kepada semua kandidat. Ada orang yang saya kenal korup, maka tidak akan saya izinkan mereka mendekati kursi presiden," kata Sisi tanpa menjelaskan lebih jauh.
Awal pekan ini, Perdana Menteri Ahmed Shafik mengatakan tidak lagi mempertimbangkan mencalonkan diri setelah timbul spekulasi media yang mengatakan telah ditahan pihak berwenang di sebuah hotel di Kairo. Shafik sejauh ini dipandang sebagai penantang Sisi yang paling potensial dalam pemilu Mesir.
Selain Shafik, penantang Sisi lainnya adalah mantan Kepala Staf Militer Sami Anan dan pengacara HAM Khaled Ali. Namun mereka diperkirakan tidak akan mampu mengumpulkan cukup suara untuk menyingkirkan Sisi.
Pendaftaran kandidat presiden Mesir akan dibuka dari 20 sampai 29 Januari. Pemungutan suara akan diadakan pada 26 hingga 28 Maret, yang akan dilanjutkan pada 24 hingga 26 April jika tidak ada kandidat yang menang lebih dari 50 persen di putaran pertama.
Pemerintahan Sisi telah berhasil membawa stabilitas untuk Mesir. Namun para kritikus mengatakan popularitasnya semakin terkikis oleh reformasi ekonomi yang sulit dan tindakan keras pemerintah terhadap para pembangkang.
Selain itu, popularitas Sisi juga merosot setelah ia memutuskan menyerahkan dua pulau Laut Merah ke Arab Saudi, yang menghujani Mesir dengan bantuan dana miliaran dolar. Kelompok hak asasi manusia (HAM) mengatakan, Sisi telah memimpin tindakan keras yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap lawan politik, aktivis dan media yang kritis.
Di sisi lain, para pendukung Sisi mengatakan tindakan keras terhadap pembangkang sangat diperlukan untuk menstabilkan situasi keamanan negara. Terlebih Mesir tengah menghadapi tantangan keamanan, termasuk serangan militan di wilayah Sinai Utara.
Sisi mulai dikenal luas ketika dia memimpin penggulingan Presiden Mohamed Mursi yang berasal dari Ikhwanul Muslimin pada 2013. Peristiwa ini terjadi dua tahun setelah jatuhnya penguasa lama Mesir, Hosni Mubarak, dalam pemberontakan "Arab Spring" yang melanda Timur Tengah .
Mantan jenderal tersebut menjadi presiden pada 2014, dengan memenangkan 96,91 persen suara, setelah pemungutan suara diperpanjang untuk satu hari. Meski demikian, jumlah pemilih saat itu hanya sekitar 47 persen dari total 54 juta pemilih.
Pada Jumat (19/1), ribuan pendukung Sisi berkumpul di stadion Kairo untuk meminta mantan komandan militer tersebut kembali mencalonkan diri untuk masa jabatan kedua. Tokoh masyarakat, aktor, dan anggota parlemen berada di antara kerumunan pendukung itu.
"Kami ingin Pak Presiden melanjutkan. Ini bukan kehendaknya, ini kehendak kami," kata Medhat al-Adl, penulis naskah dan penyair terkenal Mesir.