REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekjen PPP Arsul Sani meminta agar anggota-anggota partai, terutama yang berbasis massa Islam kerja konkret di ruang Parlemen menolak pernikahan sesama jenis dan legalisasi LGBT. Jangan sampai fraksi-fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI hanya menjadikan isu Lesbian Gay Biseksual dan Transgender (LGBT) sebagai komoditas politik pencitraan.
"Mari isu LGBT jangan cuma jadi jualan atau pencitraan politik saja," kata Arsul kepada Republika.co.id, pada Sabtu (20/1).
Pernyataan Arsul tersebut menanggapi ungkapan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan yang mengatakan lima dari 10 fraksi setuju dengan melegalkan LGBT dan kawin sejenis dalam pembahasan rancangan beleid tentang LGBT.
Arsul sendiri mempertanyakan konsistensi fraksi PAN di DPR yang tak ikut membahas tentang RUU LGBT dan kawin sejenis.
Arsul mengungkapkan, fraksi-fraksi di DPR pada Senin (15/1) sampai Kamis (18/1) memang membahas LGBT dan kawin sejenis dalam tim panitia kerja (Panja) Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (R-KUHP) di Komisi III bidang hukum.
Dalam pembahasan tersebut, dari 10 fraksi yang hadir cuma delapan. Delapan fraksi tersebut yakni PPP, Nasdem dan Golkar, serta PKS. PKB dan PDI Perjuangan, dan Demokrat, Gerindra juga hadir.
"Semua (fraksi) yang hadir setuju LGBT adalah perbuatan pidana," terang Arsul.
Arsul melanjutkan, PAN dan Hanura justru tak hadir dalam pembahasan LGBT tersebut. Alhasil, kata dia, delapan fraksi sampai hari ini tak tahu sikap politik partai tersebut terkait pembahasan LGBT, pun kawin sejenis.
"Supaya jelas (fraksi) mana yang hanya kerja di media dan yang kerja konkret dalam hal merumuskan UU LGBT menjadi perbuatan cabul dan dapat dipidana," kata Arsul menambahkan.
Arsul pun menjelaskan tentang pembahasan di Panja R-KUHP tersebut. Kata dia, pembahasan LGBT ada dalam R-KUHP Buku II yang berisi pasal-pasal tindak pidana. Dalam pembahasan, fraksi yang hadir sepakat menggolongkan LGBT sebagai perbuatan cabul. Semula, dalam konsep RKUHP bersama pemerintah, perbuatan cabul dalam LGBT hanya terhadap kelompok usia 18 tahun ke bawah atau anak-anak.
Namun dua fraksi yakni PPP dan PKS meminta agar defenisi LGBT sebagai perbuatan cabul diperluas cakupannya. Akhirnya RKUHP Buku II ditambah dengan satu ayat baru yang menegaskan prilaku LGBT dianggap cabul dalam kelompok usia 18 tahun ke atas atau dewasa.
Hukumannya, terang Arsul sama, yakni sembilan tahun penjara. Hukuman pidana tersebut bisa diterapkan terhadap pelaku LGBT yang melakukan kegiatan cabulnya dengan kekerasan, atau ancaman kekerasan, dan dilakukan ditempat umum, atau juga dipublikasikan. Akan tetapi, terang Arsul, PPP masih ingin memperluasnya lagi.
Fraksi PPP dikatakannya menghendaki agar perbuatan cabul LGBT dikategorikan sebagaimana perbuatan dalam pasal zina. Perluasan kedua tersebut, pun mendapat dukungan dari fraksi PKS, dan enam fraksi lain yang hadir dalam Panja tersebut.