REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam beberapa bulan terakhir, persoalan lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) kembali muncul ke permu kaan. Berbagai pihak yang pro dan kontra terhadap fenomena ini mengupasnya dari beragam aspek. Sekolah Pemikiran Islam (SPI) Jakarta misalnya. Sekolah yang belum lama berdiri ini menggelar Stadium Genenal dengan mengangkat tema "Perilaku Zina dan LGBT: Bahaya dan Penanganannya" di Aula Masjid Abu Bakar Ash-Shiddiq, Jakarta, belum lama ini.
Penanggung jawab acara, Chandra Yudhangkara, mengatakan, penyelenggaraan acara dengan mengangkat tema LGBT ini didasari pada keinginan untuk mengedukasi masyarakat agar terhindar dari perilaku ini. "Mengapa kami mengangkat tema ini? Selain sedang hot isu ini, kami ingin edukasi kepada masya rakat dari sisi pengertian LGBT itu sen diri, psikologi dan kesehatan. Sebab ma syarakat kita perlu tahu bahaya dari perilaku menyimpang ini," kata Chandra kepada Republika.
Dokter spesialis kulit dan kelamin, dr Dewi Inong Irana, memaparkan se cara detail tentang bahaya LGBT ini dari sisi psikologi dan kesehatan. Menurut dia, kelompok lelaki seks dengan lelaki (LSL) atau yang dikenal sebagai LGBT 60 kali lipat lebih mudah tertular HIV-AIDS dan penularan yang paling mudah me lalui dubur. "Melalui seminar kali ini, saya nggak bosan menyampaikan dampak buruk perilaku zina dan LGBT dari segi kesehatan. Ini harus dimasyarakatkan ke mana-mana," kata Inong di depan pa ra mahasiswa seminar yang datang dari berbagai kampus di Jakarta.
Inong mengawali materinya dengan mengungkap sejumlah penyakit yang disebabkan perilaku zina dan LGBT, seperti HIV-AIDS dan kanker serviks. Ia sendiri mengakui memiliki seorang pa sien mahasiswa yang baru berumur 22 tahun. Mahasiswa itu mengidap sipilis sta dium dua. "Ketika saya tanya soal pa car, mahasiswa tersebut mengemu ka kan memiliki empat pacar, yaitu satu wa nita dan tiga pria. Mahasiswa itu bilang bah wa yang perempuan tidak saya apaapakan karena berbahaya, bisa hamil.
"Saya mencari yang aman saja," ujar Inong mengutip perkataan mahasiswa itu. Mengutip data dari CDC (Centers for Disease Control and Prevention) AS pada 2010 menunjukkan dari 50 ribu infeksi HIV baru, dua pertiganya adalah gay- MSM (male sex male/laki-laki berhubungan seks dengan laki). Data pada 2010 ini jika dibandingkan dengan data pada 2008 menunjukkan peningkatan 20 per sen. Sementara, wanita transgender memiliki risiko terinfeksi HIV 34 kali lebih tinggi dibanding wanita biasa.
Lebih lanjut, data CDC pada 2013 di Amerika Serikat, dari screening gay (pemeriksaan terhadap kaum gay), yang ber usia 13 tahun ke atas, 81 persen di antaranya telah terinfeksi HIV dan 55 persen di antaranya terdiagnosis AIDS. "Ini bukan saya yang ngomong. Ini bukan dibuat-buat, datanya ada. Temen-temen pro LGBT ribut setengah mati," katanya. Untuk saat ini, dr Inong mengatakan, bagi anak muda yang merasa bahwa LGBT itu aman, sebaiknya berpikir ulang.
Sebab, kata dia, kenyataannya itu adalah penularan termudah HIV-AIDS. "Selain HIV-AIDS, ada penyakit lain akibat LGBT yang tak kalah berbahayanya, contohnya, sarkoma kaposi, sebuah penyakit baru yang belum ada penawarnya," kata dia. Sarkoma kaposi adalah kanker yang menyebabkan sebagian kecil jaringan abnormal tumbuh di bawah kulit, di sepanjang mulut, hidung, dan tenggorokan atau di dalam organ tubuh lainnya.
Bagian tersebut biasanya berwarna merah atau ungu dan terbuat dari sel kanker dan sel darah. Inong juga mengatakan, tidak ada satu pun agama yang memperbolehkan hal itu sebab dampak perilaku tersebut sangat buruk bagi kesehatan. Fitrah manusia sejak lahir adalah suka terhadap lawan jenis, bukan se sama jenis.
Ia mengaku tak ambil pusing dengan munculnya beberapa spesialis kulit yang pro LGBT. Bagi dia, LGBT bukan saja haram, melainkan juga perbuatan yang dilaknat Allah SWT. Ini sudah dikisahkan di zaman Nabi Luth AS. Meski demikian, Inong mengajak masyarakat untuk acuh dan mengajak para pelaku buruk tersebut untuk bertobat. "Kita harus punya taktik dalam ber dakwah. Kita beri mereka kasih sayang, pengertian. Jangan ditakut-takuti," ka tanya.
Pembicara lain, Konselor Yayasan Peduli Sahabat, Wulan Rigastutu, menduga pelaku gay disebabkan kurang akan kasih sayang keluarga, terlebih dari sosok ayah. Sehingga ketika ada lelaki dewasa yang peduli terhadapnya mereka merasakan suasana baru yang nyaman.