REPUBLIKA.CO.ID, LOMBOK BARAT -- Suhu politik jelang penetapan pasangan calon kepala daerah di Nusa Tenggara Barat (NTB) kian menghangat. Di Lombok Barat, aksi kampanye hitam mulai terjadi melalui selebaran berisi imbauan tidak memilih pasangan Izzul Islam dan TGH Khudori Ibrahim (Zulkhaer) sebagai Bupati dan Wakil Bupati Lombok Barat.
Selebaran yang ditemukan di Kecamatan Gunungsari dan Batulayar menyudutkan Izzul Islam terkait tindakan amoral hingga dugaan ijazah palsu. Izzul mengatakan, selebaran bernada provokatif tersebut sangat jauh dari dirinya dan menjurus ke arah fitnah.
"Saya sempat sempat membaca (selebaran) dan senyum-senyum saja. Kalau itu sudah menebar kebencian ya proses hukum-lah," ujar Izzul di Lombok Barat, Ahad (21/1).
Izzul menyayangkan masih adanya tindakan dan cara-cara yang tidak terpuji, yang tidak sesuai dengan nilai-nilai masyarakat di NTB. Menurutnya, NTB mengedepankan sikap saling santun dan saling menghormati dalam konstestasi Pilkada ini.
Kendati begitu, Izzul mengaku tidak akan terpengaruh dengan adanya selebaran tersebut dan tetap fokus pada agenda pemenangan. "Yang penting, saya dan tim konsisten mengedepankan cara-cara yang santun dan beretika dalam Pilkada ini," kata Idul.
TGH Khudori Ibrahim mengaku kaget adanya kampanye hitam terhadap pasangannya. Khudori menegaskan, paket ini sudah menyelesaikan seluruh persyaratan pendaftaran yang diminta KPUD, tanpa ada kekurangan satu item pun.
Khudori mengaku siap menerima kritik yang membantu dia dan Izzul dalam membangun Lombok Barat. Namun, selebaran tersebut bukan sebuah kritik, melainkan fitnah yang tidak berdasar.
"Semakin tinggi naik pohon, akan kencang anginnya. Kalau anginnya alami kami terima, tapi kalau diguncang dari bawah nah itu," kata Khudori.
Di tempat terpisah, Komisioner Bidang Hukum dan Penindakan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) NTB Umar Achmad Seth mengaku telah membaca isi selebaran tersebut. Namun, sejauh ini belum ada laporan perihal selebaran tersebut kepada Bawaslu.
"Kalaupun dilaporkan ke Bawaslu agak sumir kalau mau ditindaklanjuti Panwas kabupaten/kota karena belum berdimensi pada pemilihan," ucap Umar.
Umar menjelaskan, segala hak yang menyangkut pelanggaran harus berdimensi pada pelanggaran pemilihan untuk bisa ditindaklanjuti Bawaslu. Menurut Umar, kasus-kasus selebaran bernada provokatif merupakan kewenangan kepolisian karena menyangkut stabilitas masyarakat.
Meski demikian, Bawaslu mengimbau semua pihak menciptakan proses pemilihan yang damai sehingga tidak memicu instabilitas daerah. "Lebih baik menampilkan program apa yang akan dilakukan jika terpilih menjadi kepala daerah," kata Umar.