Senin 22 Jan 2018 16:15 WIB

Kaset dan Dinamika Sosial

Di masanya, kaset memainkan peran dalam perubahan besar dunia.

Rep: Nashih Nasrullah/ Red: Agung Sasongko
Para pengunjung mengamati aneka kaset pita pada saat Festival Kaset Bandung di Gedung Yayasan Pusat Kebudayaan, Jl Naripan, Kota Bandung, Ahad (2/10).
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Para pengunjung mengamati aneka kaset pita pada saat Festival Kaset Bandung di Gedung Yayasan Pusat Kebudayaan, Jl Naripan, Kota Bandung, Ahad (2/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saat ini, kaset mungkin mulai kehilangan pamornya. Ada banyak media rekaman baru yang menyediakan kemudah an, seperti CD dan DVD. Tetapi, keha dir an kaset pada masanya, memiliki peran krusial, tidak hanya sebagai alat hiburan, tetapi mendukung sebuah perubahan besar.

Sebagaimana dikutip dari Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern, pada era 70-an, keberadaan kaset memberikan peran dan manfaat bagi komunitas Muslim, terutama mendorong perubahan sosial, politik, dan keagamaan di lingkungan meraka.

Berbeda dengan media lainnya, seperti radio dan televisi, kaset dianggap lebih bebas. Sementara kedua piranti itu, kerap dimonopoli oleh rezim yang berkuasa. Di beberapa negara Islam, hal itu terjadi dan dilakukan oleh pemerintah yang sering bertindak represif.

Kaset dipandang lebih sederhana dan efektif kala itu. Selain bisa dipakai ulang, awet, dan bersifat dua arah, media yang terdiri atas pintalan pita hitam tersebut mudah dibawa. Produksi dan distribusi kaset juga tidak perlu disentralisasi.

Belajar dari kasus sejumlah negara, fungsi sebagai media perubahan sosial itu bisa terwujud ketika terpenuhi beberapa syarat, antara lain, pemerintahan yang represif dan sekular, kontrol hegemonis pusat atas media massa, ketimpangan serta ketidakpuasan sosial dan politik.

Di Iran, meskipun pita audio digunakan untuk merekam dan mendengarkan khotbah religius di negara- ne gara Islam seperti Afghanistan sejak 1950-an, Revolusi Iran 1979-lah yang menempatkan medium kecil kaset audio di panteon media besar dalam hal dampak sosial politisnya di dalam dan luar batas nasional. Hal ini karena di negara berjuluk negeri Mullah itu, kaset efektif dalam mendukung perubahan sosial Islamis.

Sejarah itu bermula saat pertengah an 70-an, Pemimpin Revolusi Iran, Ayatullah Ruhullah Komeini, menyebarkan pesan-pesan antipemerintah dari tempat pengasingannya di Irak. Propaganda lewat kaset itu meningkat pascapengasingannya ke Prancis 1978. Ceramah-ceramahnya semakin mudah didapat. Dan, peredaran kaset itu luput dari sensor Pemerintah Shah.

Di sisi lain, kaset yang potensial melakukan perubahan, justru menjadi alat pemantik kekerasan antarentitas suku dan agama serta menumbuhkan sentimen di antara mereka. Kasus yang terjadi di India, misalnya. Sejak 1980- an, kaum Chauvinis Hindu dan militan Muslim terlibat dalam serang kaian bentrok dan kerusuhan.

Puncaknya, pecah pada 1992 dengan kematian lebih dari seribu orang dan kerusakan Masjid Babri dekat Lucknow. Sebelum insiden itu terjadi, pemimpin kedua belah pihak mengobarkan se mangat permusuhan dan konfrontasi satu sama lain melalui rekaman-re kam an pidato.

Lain halnya dengan fenomena penggunaan kaset di kalangan para peng ungsi Uzbek Farghanachi. Selama me ninggalkan Afghanistan dan tinggal di Karachi, Pakistan, mereka menggunakan kaset audio secara inovatif yang menguatkan kemampuan medium ini untuk mengatasi batas nasional dan mengubah wacana tentang hubungan gender.

Kesemuanya demi kepentingan po litik dan ideologi Islam. Selama 1980- an, para pengungsi yang terdiri atas wanita dan anak-anak banyak men dengarkan kaset yang mereka beli dari Pakistan. Sebagian besar kaset yang direkam di Afghanistan itu berisi kisahkisah tentang jihad.

Tak jauh berbeda dengan Afghanis tan. Kasus yang mirip terjadi di Uzbe kis tan. Di negara bakas jajahan Uni Soviet itu, selama zaman restrukturisasi dan keterbukaannya Gorbachev, ber kembang satu jaringan informasi ba yang an di negara itu. Kaset-kaset audio adalah salah satunya. Media itu menyediakan lagu-lagu dan pidato yang menegaskan nasionalisme Uzbek serta ideologi dan budaya Islam. Kaum Sufi di Uzbekistan melalui jaringan se kolah, masjid, dan khanqah(pusat pengajaran sufi) mereka, banyak meng gunakan samizdat- samizdatrekaman yang diproduksi secara ilegal dan rekaman-re kaman kisah yang memuja Turkistan prakomunis.

Aktivitas tersebut kemudian dianggap sebagai kejahatan dan dapat dikenai hukuman. Dari sini terlihat, kekuatan hubungan antara medium kecil kaset dan institusi religius yang menawarkan diri sebagai alternatif ideo logis terhadap negara.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement