Senin 22 Jan 2018 15:13 WIB

Pusat Budaya Iran Bukan untuk Penyebaran Agama

Pusat budaya Iran telah ada di sekiar 60 negara dengan jumlah 83 pusat budaya.

Perempuan Iran di Desa Qeshm Island, pesisir Iran mengenakan topeng atau boregheh sebagai bagian dari budaya (Ilustrasi)
Foto: daily mail/eric lafforgue
Perempuan Iran di Desa Qeshm Island, pesisir Iran mengenakan topeng atau boregheh sebagai bagian dari budaya (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,  TEHERAN -- Keberadaaan pusat-pusat budaya Iran di berbagai negara, termasuk di Indonesia, bukanlah untuk penyebaran paham agama, khususnya mazhab Syiah. Namun, pusat budaya itu dikhususkan untuk peningkatan segala kegiatan budaya, seperti seni, belajar bahasa Farsi, pembuatan film, festival seni dan sejenisnya.

Demikian ditegaskan Deputi Bidang Urusan Internasional Lembaga Budaya Islam dan Hubungan Organisasi (ICRO) Republik Islam Iran Dr Abbas Khamehyar. "Kami tegaskan pusat budaya bukan untuk penyebaran agama Islam mazhab Syiah, yang banyak dianut masyarakat Iran ," kata Abbas di Teheran, Iran, Senin (22/1).

Malalui pusat budaya, pihak Iran bisa menyelenggarakan kegiatan budaya bersama dengan masyarakat lokal, atau masyarakat lokal ingin belajar budaya Iran. Namun karena Iran sekarang ini adalah negara Republik Islam, maka agama menjadi napas penting dalam budaya di masyarakat Iran.

Abbas menjelaskan, siapa pun tahu bahwa Iran setelah Revolusi Islam pada 1979, berbeda dengan Iran sebelum revolusi. Iran sebelum revolusi sering mendorong perbedaan Syiah dan Sunni yang difasilitasi pemerintahan Shah Reza Pahlevi. Namun, setelah kemenangan Revolusi Islam, maka Iran mendorong persatuan Syiah dan Sunni.

"Baik pemimpin agung kami Imam Khomeini yang terdahulu maupun yang sekarang Imam Khamanei, sama-sama mendorong persatuan Islam. Mereka ingin mendekatkan jarak berbagai mazhab dalam Islam dan bahkan berbagai agama dan kepercayaan yang ada. Buku-buku yang membahas perselisihan atau menjelekkan mazhab atau agama sangat dilarang," katanya.

Abbas meklaim di masing-masing pihak ada kaum radikalisme atau fundamentalisme, seperti Syiah yang berpusat di London, Inggris adalah bukan Syiah yang" benar". Syiah itu seharusnya menekankan moderasi dan penghormatan kepada penganut mazhab lain. Juga di pihak lain, ada ISIS yang sesungguhnya mereka adalah kaum radikalisme yang merusak Islam.

Ia mengatakan, pusat budaya Iran telah ada di sekiar 60 negara dengan jumlah 83 pusat budaya, yang berada di bawah pengawasan pemimpin agung Iran.

Peranan Indonesia

Pria yang mantan pemimpin beberapa surat kabar lokal ini juga mengatakan, peran penting Indonesia dalam dunia Islam dan dunia pada umumnya. Negara Indonesia yang memiliki banyak ulama mazhab Ahlus Sunnah sangat penting bersama ulama-ulama Iran untuk mewujudkan Persatuan Islam. Juga pemerintahannya sama dalam memperjuangkan Palestina merdeka dan keadilan dalam tata dunia.

Dia mengungkapkan, dalam rangka meningkatkan hubungan budaya dengan berbagai negara, Iran aktif dalam partisipasi agenda budaya di mana-mana termasuk di Indonesia. Bahkan belum lama ini pada pertengahan Januari 2018, Iran mengadakan kegiatan internasional budaya Asia (International Conference of Asian Cultural Dialogues) yang diikuti sekitar 70 cendekiawan dari kawasan Asia. Dari Indonesia hadir Prof Din Syamsuddin menyampaikan pidatonya pada pembukaan acara dialog budaya Asia itu.

Abbas mengatakan, pihak Iran ingin mendorong pentingnya dialog di antara budaya, agama, mazhab, dan kepercayaan dalam mengatasi perbedaan dan tetap bisa maju bersama walau ada perbedaan, sehingga terus meminimalkan perselisihan.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement