Senin 22 Jan 2018 18:11 WIB

Protes Kondisi Ekonomi, Pekerja Gaza Lakukan Pemogokan

Kondisi ekonomi dan kehidupan memprihatinkan di Gaza mencapai titik nol.

Rep: Marniati/ Red: Gita Amanda
 Warga Palestina membagikan permen di Gaza City, Kamis (12/10), meraykan kesepakatan rekonsiliasi antara Hamas dan Fatah.
Foto: AP/Khalil Hamra
Warga Palestina membagikan permen di Gaza City, Kamis (12/10), meraykan kesepakatan rekonsiliasi antara Hamas dan Fatah.

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Para pekerja sektor swasta di Jalur Gaza melakukan pemogokan kerja sebagai bentuk untuk memprotes kondisi kehidupan yang memburuk di tengah blokade yang sedang berlangsung. Mereka mengancam akan menghancurkan ekonomi wilayah tersebut.

Dilansir Aljazirah, Senin (22/1), dalam sebuah pernyataan yang diterbitkan pekan lalu, Asosiasi Pengusaha Gaza mengumumkan bahwa pemogokan di lembaga komersial dan ekonomi akan dimulai dari jam 08.00 waktu setempat dan berlangsung selama enam jam pada Senin (22/1). "Permintaan mendesak ini datang sebagai upaya terakhir, setelah kondisi ekonomi dan kehidupan yang memprihatinkan di Jalur Gaza mencapai titik nol," kata pernyataan tersebut.
 
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa ekonomi telah mencapai tingkat penurunan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Menurut pernyataan, tingkat pengangguran masuk ke angka paling tinggi yakni 46 persen, tingkat kemiskinan juga telah melampaui 65 persen, dan tingkat kerawanan pangan bagi rumah tangga di Jalur Gaza telah mencapai 50 persen.
 
Selanjutnya, tingkat pengangguran yang meningkat di kalangan sarjana muda telah mencapai 67 persen. Selain itu semakin banyak pedagang yang dipenjara karena tidak mampu membayar hutang. Ini adalah cerminan defisit ekonomi secara umum.
 
"Kami berharap melalui pemogokan ini dapat mengirim sebuah pesan kepada para pemimpin kami, para pemimpin Arab, pemimpin internasional, dan Perserikatan Bangsa-Bangsa," ujar Seorang Anggota Majelis Perdagangan Gaza Maher al-Taba.
 
Ia mengatakan warga Gaza sangat memerlukan bantuan . Jika ekonomi ambruk maka dampaknya akan melanda sektor kesehatan, pendidikan dan layanan lainnya.
 
"Kami akan mogok dan kami ingin dunia mendengarkan, mengetahui penderitaan kami dan membantu kami menemukan solusi," kata seorang penjaga toko, Ramadan.
 
Jalur Gaza berada di bawah blokade darat, laut, dan udara Israel selama lebih dari 10 tahun. Mesir juga telah memfasilitasi pengepungan tersebut dengan mengendalikan penyeberangan perbatasan Rafah di selatan, yang merupakan satu-satunya pintu gerbang ke seluruh dunia untuk populasi Gaza yang berjumlah 1,8 juta.
 
Sampai saat ini, daerah kantong diperintah oleh gerakan Hamas namun di bawah naungan kesepakatan pemerintah satu yang ditandatangani Oktober lalu antara Hamas dan Fatah. Otoritas Palestina sekarang mengendalikan jalur tersebut.
 
Namun, harapan bahwa rekonsiliasi dapat meringankan penderitaan warga di Jalur Gaza tampaknya masih jauh dari kenyataan. Isu-isu seperti gaji pegawai pemerintah, krisis kekurangan listrik dan air, dan kurangnya obat-obatan tetap tidak terselesaikan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement