REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Andi Agustinus alias Andi Narogong menegaskan sudah ada pembagian fee (komisi) kepada anggota DPR dan pejabat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) senilai total 7 juta dolar AS dari proyek KTP-Elektronik. Anggaran KTP-el, yang disepakati Rp 5 triliun, 5 persen sebesar Rp 250 miliar untuk DPR, 5 persen sebesar Rp 250 miliar untuk Kemendagri.
"Untuk DPR yang saya tahu 7 juta dolar AS! Saat itu kursnya Rp 12 ribu, yang saya tahu itu percetakan (KTP-el)," kata Andi Narogong dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (22/1) malam.
Andi menjadi saksi untuk terdakwa Setya Novanto yang didakwa dalam kasus korupsi KTP-el yang merugikan keuangan negara senilai Rp 2,3 triliun. Dalam dakwaan, Andi disebut sebagai salah satu pengusaha yang terlibat dari awal penganggaran KTP-el dan pengadaan termasuk dengan membentuk tim Fatmawati.
Saat November 2011, ia datang ke rumah Setnov bersama dengan Paulus Tannos, ada Anang dan Johanes Marliem. Paulus dan Anang menyampaikan kesulitan modal.
"Setnov mengatakan nanti akan dikenalkan dengan Oka Masagung link ke perbankan. Saat itu kami konsorsium sampaikan fee 5 persen akan kami distribusikan," ungkap Andi.
Paulus yang dimaksud adalah Dirut PT Sandipala Arthaputra, Anang adalah Anang Sugiana Sudihardjo Dirut PT Quadra Solutions, Johannes Marliem adalah Dirut PT Biomorf Mauritius dan PT Biomorf Lone yang seluruhnya ikut dalam tender KTP-el. Sedangkan Oka Masagung adalah Made Oka Masagung Direktur PT Delta Energy dan OEM Investment sekaligus rekan karib Setnov.
"Walau saya tidak masuk konsorsium tapi saya kawal bersama-sama karena nanti dijanjikan akan diberikan pekerjaaan. Beliau (Setnov) lalu menyampaikan akan dikenalkan ke Oka Masagung karena kesulitan dana dan mengenai teman-teman DPR akan melalui Oka Masagung saja," jelas Andi.
Karena saat itu Oka Masagung tidak hadir, maka dalam pertemuan berikutnya, Oka Masagung datang bersama dengan Paulus Tannos, dan Andi Narogong kembali ke rumah Setnov. "Setelah bertemu dengan Oka Masagung, Pak Paulus dan Pak Made Oka menindaklanjuti sendiri," ungkap Andi.
Pertemuan dilanjutkan di Equity Tower dengan permintaan agar Johanes Marliem dan Paulus Tannos segera mengeksekusi distribusi 3,5 juta dolar AS. Saat itu ada Paulus, Anang, Johanes Marliem dan dirinya. Anang setuju untuk mengirimkan uangnya asal ada 'invoice'.
"Jadi kesepakatannya Johanes Marliem membuat invoice 3,5 juta dolar AS dan dikirim ke rekening Pak Oka Masagung, setelah ditransfer, Anang melaporkannya," tambah Andi.
Transfer selanjutnya adalah pada awal 2012, tapi Johanes Marliem menolak karena Biomorf tidak lagi bisa mengirimkan uang karena akan terkena masalah pajak. Jadi disepakati Anang dan Oka yang mengeksekusi, Anang setelah mengeksekusi melapor ke dirinya.
"Lalu kami juga sempat ketemu Pak Setnov dan melapor 'untuk teman-teman DPR sudah selesai', dia tidak komentar," jelas Andi.
Andi mengaku sempat meminjamkan Rp 36 miliar ke Anang, lalu dia ganti oleh Anang dengan keuntungan sekitar Rp 1 miliar. Selain uang, Andi dan Johanes Marliem juga membeli jam seharga Rp 1,3 miliar yang dibeli secara patungan untuk Setnov tapi pada awal 2017 dikembalikan karena ribut-ribut KTP-el.
Dalam perkara ini Setnov diduga menerima 7,3 juta dolar AS dan jam tangan Richard Mille senilai 135 ribu dolar AS dari proyek KTP-el. Setya Novanto menerima uang tersebut melalui mantan direktur PT Murakabi sekaligus keponakannya Irvanto Hendra Pambudi Cahyo maupun rekan Setnov dan juga pemilik OEM Investmen Pte.LTd dan Delta Energy Pte.Lte yang berada di Singapura Made Oka Masagung.
Sedangkan jam tangan diterima Setnov dari pengusaha Andi Agustinus dan direktur PT Biomorf Lone Indonesia Johannes Marliem sebagai bagian dari kompensasi karena Setnov telah membantu memperlancar proses penganggaran. Total kerugian negara akibat proyek tersebut mencapai Rp 2,3 triliun.