REPUBLIKA.CO.ID, NAKAI -- Keberadaan listrik di Kampung Nakai, Distrik Pulau Tiga, Papua hanya terbatas selama enam jam. Begitupun dengan listrik di Puskesmas Nakai yang sampai saat ini menjadi kendala memberikan pelayanan kesehatan dengan layak.
Sumber listrik di kampung tersebut menggunakan mesin diesel yang bersumber dari Bahan Bakar Minyak (BBM). Hal tersebut menyulitkan petugas kesehatan di Puskesmas Nakai apabila ada pasien yang dirawat.
Kepala Puskesmas Nakai, Frederikus Kaimeraimu menjelaskan, kalau ada pasien, lampu menyala sampai jam 12 malam dari pukul 6 sore, dari jam 12 hingga pukul 6 pagi menggunakan lilin. Kecuali kalau darurat, lampu bisa menyala sampai pagi, itu tergantung BBM. Ia menyebutkan selama 12 jam dibutuhkan 20 liter BBM dengan tangki mesin perlima liter. Jika tidak ada penerangan pasien minta pulang.
Contohnya, orang yang sakit butuh tiga botol cairan infus, ternyata tidak sampai sore sudah minta pulang karena tidak ada listrik." Akhirnya cairan dalam tubuh kurang," kata Frederikus seperti dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Selasa (23/1).
Ia menambahkan, rata-rata masyarakat meminta paksa untuk pulang, tidak mau dirawat inap. Frederikus menambahkan warga Nakai yang meminta pulang karena mereka takut akan mitos yang berkembang di masyarakat.
"Masyarakat meyakini bahwa setiap orang yang tidur di tempat tidur rumah sakit, apabila meninggal ruhnya masih ada di tempat tidur tersebut sehingga membuat mereka ketakutan," ujarnya.
Terkait hal itu, Frederikus dan tenaga kesehatan lainnya terus memberikan edukasi kepada masyarakat. Ini terutama hal yang berbenturan antara kesehatan dan mitos.