Selasa 23 Jan 2018 13:47 WIB

Kemenperin: Kebutuhan Garam Industri Capai 3,7 Juta Ton

Kebutuuhan garam industri tahun ini naik lima persen dibandingkan tahun lalu.

Rep: Halinatus Sa'diyah/ Red: Dwi Murdaningsih
Suasana bongkar muat garam impor dari Kapal MV Golden Kiku ke truk pengangkut di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (12/8). Sebanyak 27.500 ton garam impor dari Australia tersebut rencananya akan disebar ke sejumlah Industri Kecil Menengah di tiga wilayah yakni Jawa Timur, Jawa Tengah dan Kalimantan Barat.
Foto: Zabur Karuru/Antara
Suasana bongkar muat garam impor dari Kapal MV Golden Kiku ke truk pengangkut di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (12/8). Sebanyak 27.500 ton garam impor dari Australia tersebut rencananya akan disebar ke sejumlah Industri Kecil Menengah di tiga wilayah yakni Jawa Timur, Jawa Tengah dan Kalimantan Barat.

REPUBLIKA.CO.ID, 

JAKARTA -- Kementerian Perindustrian memprediksi kebutuhan garam untuk industri pada tahun ini mencapai 3,7 juta ton. Direktur Jenderal Industri Kimia, Tambang dan Aneka (IKTA) Kementerian Perindustrian, Achmad Sigit Dwiwahjono, mengatakan jumlah tersebut meningkat sekitar lima persen dibanding kebutuhan garam industri pada tahun 2017 lalu. 

Sigit memaparkan, kebutuhan garam industri sebanyak 3,7 juta ton per tahun akan diserap oleh 11 sektor industri. Menurutnya, industri yang paling banyak menyerap garam adalah industri Chlor Alkali Plant (CAP). 

"Untuk industri CAP sendiri kebutuhannya 1,7 juta ton," kata Sigit, saat dihubungi, Selasa (23/1). 

Sementara, industri makanan dan minuman membutuhkan 460 ribu ton garam khusus. Adapun sektor lainnya yang juga membutuhkan garam khusus untuk industri antara lain industri farmasi dan petrokimia serta industri penyamakan kulit. 

Pemerintah, melalui Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian telah mengizinkan impor garam untuk industri sebanyak 3,7 juta ton untuk tahun 2018. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, impor dilakukan karena industri membutuhkan garam khusus yang tidak diproduksi di dalam negeri. Padahal, komoditas tersebut dibutuhkan untuk mendorong produksi agar bisa meningkatkan ekspor. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement