Selasa 23 Jan 2018 16:01 WIB

KSSK Optimalisasi Bauran Kebijakan

Fokus pemerintah capai penerimaan negara tanpa membuat ekonomi tertahan.

Rep: Ahmad Fikri Noor/ Red: Nur Aini
Menteri Keuangan - Sri Mulyani
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Menteri Keuangan - Sri Mulyani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) akan mengoptimalkan bauran kebijakan baik dari sisi fiskal, moneter, makro dan mikroprudensial, serta pasar keuangan. Hal itu guna menjaga momentum perekonomian dari tantangan yang dapat mengganggu kesinambungan dan stabilitas sistem keuangan.

"Masing-masing anggota KSSK akan berkontribusi dalam rangka menjaga dan memperkuat momentum pertumbuhan ekonomi yang semakin berkualitas, makin merata, dan berkeadilan," ujar Menteri Keuangan, Sri Mulyani di Jakarta, Selasa (23/1).

 

Dari sisi fiskal, kata Sri Mulyani, target defisit 2,19 persen terhadap Produk Domestik Bruto dalam APBN 2018 dengan keseimbangan primer yang akan lebih menurun masih memiliki daya dorong. Ia mengaku, akan fokus mengejar target penerimaan negara tahun ini. Seperti diketahui, pemerintah menetapkan target penerimaan sebesar Rp 1.894,7 triliun. "Fokus kita adalah bagaimana mencapai penerimaan negara tanpa membuat ekonomi tertahan atau mengalami tekanan," ujar Sri Mulyani.

 

Selain itu, Sri Mulyani mengaku akan berupaya meningkatkan penyerapan belanja pemerintah. Tak hanya itu, ia juga akan mendorong penggunaan belanja agar lebih efisien.

 

"Kami juga akan mengupayakan bagaimana memobilisasi pendanaan swasta untuk bisa menjalankan berbagai kegiatan pembangunan di Indonesia. Pembiayaan akan terus dijaga secara baik terutama mengantisipasi kenaikan fed fund rate maupun kondisi market global. Namun, kita akan tetap menjaga domestic financing yang cukup kuat," ujar Sri Mulyani.

 

Sementara, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengaku akan mendorong pertumbuhan kredit pada 2018. Ia menjelaskan, pertumbuhan kredit 2017 hanya sebesar 8,24 persen. Angka itu meleset dari proyeksi OJK yang sebesar 11,7 persen. Namun, kata Wimboh, tingkat kredit macet atau nonperforming loan (NPL) bisa ditekan hingga 2,59 persen pada tahun lalu.

 

"Kita tahu beberapa waktu lalu NPL di atas 3 persen, sekarang sudah turun menjadi 2,59 persen. Jadi, penurunannya cukup drastis," ujar Wimboh.

 

Ia mengatakan, nasabah yang mengalami kredit bermasalah telah direstrukturisasi dan sebagian dihapus. "Yang direstrukturisasi otomatis belum bisa diberikan kredit baru. Yang dihapus otomatis keluar dari pembukuan perbankan sehingga ini menyebabkan kredit tidak mencapai business plan yang direncanakan," kata Wimboh.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement