Selasa 23 Jan 2018 16:30 WIB

Krisis Kemanusiaan Korut Terabaikan

Lebih dari 200 ribu anak diyakini menderita gizi buruk

Korea Utara (Illustrasi)
Korea Utara (Illustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Krisis kemanusiaan di Korea Utara (Korut) adalah krisis yang paling sedikit mendapatkan perhatian dan pemberitaan media di dunia.  Kekurangan pangan yang parah di negara ini diperkirakan telah menyebabkan dua dari lima penduduk menderita kekurangan gizi.

Badan kemanusiaan Care International telah menggunakan layanan pemantauan media untuk melacak volume pemberitaan krisis kemanusiaan di media Inggris, Jerman dan Prancis selama 2017. Hasil analisis dari 1,2 juta artikel daring menunjukkan, kelangkaan makanan di Korut telah menjadi isu paling terabaikan secara global.

Sekitar 18 juta penduduk Korut atau 70 persen dari total populasi, diperkirakan hanya mengandalkan bantuan pangan dari pemerintah. Situasi semakin memburuk pada musim panas lalu, ketika negara itu mengalami kekeringan terburuk sejak 2001.

Sedikit sekali lembaga bantuan yang dapat beroperasi di Korut. Media independen dan organisasi masyarakat sipil juga dilarang melakukan sesuatu.

"Yang paling rentan adalah perempuan dan anak-anak. Hampir sepertiga dari semua ibu hamil dan menyusui, serta lebih dari 200 ribu anak diperkirakan menderita gizi buruk akut," kata Care International dalam laporannya, dikutip The Guardian.

Selain di Korut, krisis kemanusiaan di Eritrea dan Burundi juga jarang mendapat pemberitaan dunia. Di Eritrea, kekeringan yang sedang berlangsung telah diperburuk oleh fenomena cuaca El Nio, yang dimulai pada 2015.

Akses ke Eritrea juga sangat terbatas. Negara ini tidak memiliki organisasi masyarakat sipil atau media independen meski Presiden Isaias Afewerki telah memasuki 25 tahun masa jabatannya.

"Jarang sekali kita mendengar tentang orang-orang yang menderita di belahan dunia lain yang bukan tujuan wisata populer, yang dianggap sebagai prioritas rendah untuk keamanan global atau terlalu sulit dijangkau," kata laporan tersebut.

"Dan ketika krisis mulai dilaporkan, kita sering kekurangan dana. Kesadaran publik dan pendanaan untuk tujuan kemanusiaan saling terkait erat," tambah laporan itu.

Sementara itu, Burundi tengah terjerumus dalam kekacauan sejak April 2015, ketika Presiden Pierre Nkurunziza mengumumkan dia akan mencalonkan diri untuk masa jabatan ketiga. Hal ini memicu demonstrasi yang meluas hingga adanya upaya kudeta.

Hampir sepertiga dari penduduk Burundi tidak dapat memberi makan keluarga mereka, sementara kerusuhan politik dan masalah hak asasi manusia terus berlanjut. Pada 2017, epidemi malaria tercatat di negara ini hingga 6,6 juta kasus, termasuk 2.875 kematian.

Laporan tersebut juga memperingatkan kurangnya pemberitaan bagi krisis di Sudan, Republik Afrika Tengah, Republik Demokratik Kongo, Mali, wilayah Danau Chad (Niger, Kamerun, dan Chad), Vietnam, serta Peru. Enam dari 10 krisis yang disorot dalam laporan Care International juga muncul dalam daftar darurat yang paling tidak didanai pada 2017 di New York.

"Kita semua tahu, satu foto bisa membuat dunia mengalihkan perhatiannya pada sebuah isu. Tapi orang-orang di negara-negara yang ditampilkan dalam laporan ini jauh dari kamera," kata Laurie Lee, Sekretaris Jenderal Care International. "Krisis ini mungkin tidak menjadi berita utama media, tapi bukan berarti kita bisa melupakannya," jelasnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement