REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR Fadli menilai, menteri Kabinet Kerja yang merangkap jabatan sebagai pengurus partai politik, tergantung kebijakan Presiden Joko Widodo. Apakah masih tidak diperbolehkan atau sudah ada perubahan kebijakan.
Dia menilai terkait rangkap jabatan tersebut, harus dilihatnya sebagai hak prerogatif Presiden Jokowi karena para menteri diangkat dan diberhentikan Presiden. Menurutnya, kemungkinan Presiden memiliki pertimbangan-pertimbangan ketika para menterinya rangkap jabatan sehingga menyerahkan kepada Presiden atas keputusan tersebut.
"Mungkin Presiden memiliki pertimbangan-pertimbangan lain namun saya tidak tahu, dan kita serahkan kepada Presiden," ujarnya.
Di dalam Kabinet Kerja, terdapat dua orang menteri yang menjadi pengurus partai politik yaitu Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto yang juga Ketua Umum DPP Partai Golkar. Lalu Menteri Sosial Idrus Marham yang juga sebagai Ketua Koordinator Bidang Kelembagaan DPP Partai Golkar.
Presiden Joko Widodo mengizinkan Airlangga Hartarto untuk rangkap jabatan sebagai Menteri Perindustrian sekaligus Ketua Umum Partai Golkar karena masa kerja kabinet saat ini hanya tersisa satu tahun. Presiden menilai tidak efektif apabila dilakukan pergantian di pos menteri perindustrian.
"Kita tahu Pak Airlangga ini di dalam sudah jadi menteri. Ini tinggal satu tahun saja praktis ini kita, kalau ditaruh orang baru ini belajar bisa enam bulan, kalau tidak cepat bisa setahun kuasai itu," kata Presiden di Jakarta, Rabu (17/1).
Jokowi mengizinkan Airlangga rangkap jabatan karena yang bersangkutan adalah sosok yang sangat mengerti mengenai dunia perindustrian.