REPUBLIKA.CO.ID, BLITAR -- Aparat Kepolisian Resor Blitar, Jawa Timur, menutup sementara sebuah peternakan babi di Kecamatan Wlingi, Kabupaten Blitar. Sebab limbah dari hewan-hewan tersebut diduga telah mencemari lingkungan.
"Peternakan babi yang membuang limbahnya langsung ke sungai dan diduga melanggar UU tentang lingkungan hidup membuang limbah tanpa diolah," kata Kapolres Blitar AKBP Slamet Waloya di Blitar, Selasa (23/1).
Ia mengatakan, peternakan tersebut juga diduga tidak mempunyai izin sesuai dengan ketentuan yang telah berlaku. Saat ini, tim satgas pangan telah memasang garis polisi di lokasi peternakan tersebut.
"Tim penyidik Polres Blitar menutup sementara waktu dengan garis polisi, untuk selanjutnya dilakukan pemeriksaan terhadap pemilik peternakan tersebut dan jika ditemukan pelanggaran administrasi dan pidana akan kami proses sesuai ketentuan yang berlaku," katanya.
Sementara itu, penjaga peternakan babi, Sweeter mengaku selama ini tidak ada warga yang keberatan langsung dengan keberadaan kandang tersebut. Ia sudah bekerja sekitar satu tahun, tapi tidak ada warga yang komplain dengan peternakan.
"Warga tidak ada yang komplain. Saya satu tahun di sini, tapi warga tidak ada (keberatan)," kata Sweeter.
Sejumlah warga mengaku keberadaan kandang tersebut cukup meresahkan. Selain bau yang tidak sedap, juga membuat bising. "Kalau buang kotoran hewannya ke sungai, jadi ini bisa membuat sungai tercemar. Bau dari kandang juga tidak sedap dan suara babinya bising," kata Yuliasih, warga sekitar.
Peternakan babi tersebut diketahui milik AN, warga Malang. Lokasi kandang tersebut berada di Desa Tembalang, Kecamatan Wlingi, Kabupaten Blitar. Petugas juga meninjau langsung lokasi peternakan tersebut termasuk saluran pembuangan kotoran dari ternak babi.
Dari hasil pantauan, kotoran tersebut memang diarahkan untuk dibuang ke sungai yang lokasinya terletak di belakang peternakan tersebut. Petugas juga memeriksa saluran pembuangan dari kandang ke sungai yang dilewatkan bawah tanah.
Di kandang tersebut, jumlah babi yang dipelihara cukup banyak baik yang masih kecil ataupun yang sudah dewasa, hingga ratusan ekor. Dampak dari pembuangan kotoran itu, air di sekitar peternakan menjadi berbau dan warnanya berubah. Padahal, air sungai itu dimanfaatkan untuk kebutuhan warga, salah satunya irigasi.