REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson mengatakan Rusia bertanggung jawab atas serangan senjata kimia yang diduga dilakukan oleh rezim Suriah. Komentar Tillerson ini disampaikan sehari setelah adanya laporan tentang serangan senjata kimia baru di daerah pemberontak di Ghouta Timur yang melukai lebih dari 20 orang, kebanyakan anak-anak.
Seperti dilansir The Guardian, dalam sebuah KTT di Paris pada Selasa (23/1), Tillerson mengutuk Rusia karena telah melindungi Suriah yang merupakan sekutunya, dari hukuman atas tindakannya.
"Baru kemarin, lebih dari 20 warga sipil, yang kebanyakan dari mereka adalah anak-anak, telah menjadi korban serangan gas klorin. Serangan semacam itu menimbulkan kekhawatiran serius bahwa (Presiden Suriah) Bashar al-Assad mungkin akan terus menggunakan senjata kimia terhadap rakyatnya sendiri," ujar Tillerson.
Tillerson mengatakan, Rusia telah melanggar kesepakatan 2013 yang dibuat dengan AS mengenai penghapusan senjata kimia dari Suriah. Rusia juga dituduh membantu pemerintah Suriah untuk melanggar Konvensi Senjata Kimia, yang melarang penggunaan senjata sejenis itu.
Damaskus telah berulang kali dituduh menggunakan senjata kimia. PBB juga menyalahkan pasukan Pemerintah Suriah atas serangan gas sarin pada April 2017 di Desa Khan Sheikhun yang dikuasai oposisi, yang menyebabkan lebih dari 80 orang tewas.
Baca juga, Prancis Ungkap Keterlibatan Suriah dalam Serangan Senjata Kimia.
Rusia telah dua kali menggunakan hak vetonya di PBB pada November lalu untuk mencegah perpanjangan penyelidikan internasional mengenai serangan kimia di Suriah. Rusia membantah melindungi Suriah di PBB dan mengklaim penyelidikan terhadap serangan senjata kimia di negara itu tidak menghasilkan bukti yang meyakinkan.
"Siapa pun yang melakukan serangan tersebut, Rusia pada akhirnya yang akan bertanggung jawab atas korban di Ghouta Timur dan banyak orang Suriah lainnya yang ditargetkan dengan senjata kimia, karena Rusia terlibat di Suriah," kata Tillerson.
"Tidak ada yang menyangkal bahwa Rusia, dengan melindungi sekutu Suriah-nya, telah melanggar komitmennya kepada AS sebagai penjamin kerangka kerja. Paling tidak, Rusia harus berhenti memveto, atau paling tidak abstain, dari Dewan Keamanan yang mengurusi masalah ini."
Antara 2012 hingga 2017, terjadi lebih dari 130 serangan kimia yang dilaporkan di Suriah, yang mayoritas dikaitkan dengan rezim Assad. Penyelidikan PBB telah menemukan, rezim Suriah bersalah dalam dua kasus tertentu, walaupun diduga bertanggung jawab atas banyak kasus.
Duta Besar AS untuk PBB Nikki Haley mengatakan tindakan Rusia telah mengirim pesan berbahaya kepada dunia. Rusia tidak hanya mengatakan penggunaan senjata kimia dapat diterima, tetapi juga mereka yang menggunakan senjata kimia tidak perlu diidentifikasi atau bertanggung jawab.