REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, Rully Akbar mengatakan elektabilitas Partai Hanura terpuruk jauh dengan perolehan suara sebesar 0,7 persen. Hal tersebut diyakini karena konflik internal yang sedang terjadi di Partai Hanura.
Perolehan suara 0,7 persen tersebut didasarkan atas survei yang dilakukan LSI Denny JA pada 7 hingga 14 Januari 2018, terhadap 1.200 responden, dengan menggunakan metode multi stage random sampling. Survei sendiri dilakukan dengan teknik wawancara tatap muka dengan responden yang dilakukan serentak di 35 provinsi di Indonesia, dengan margin of error sebesar 2,9 persen.
Rully mengatakan, berdasarkan hasil survei tersebut, Hanura terancam tidak lolos ambang batas parlemen atau parliamentary threshold. Karena perolehan suaranya di bawah empat persen. Sedangkan parliamentary threshold di Pileg dan Pilpres 2019 mendatang ditetapkan harus memperoleh empat persen suara. "Jika situasi Hanura tidak membaik, maka Hanura berpotensi terlempar dari parlemen dan menjadi partai gurem (dibawah 2 persen)," kata Rully di Gedung Graha Dua Rajawali, Jakarta, Rabu (24/1).
Jika ingin lolos ambang batas parlemen, Rully mengatakan, Hanura harus menciptakan isu yang fresh dan menarik. Selain itu juga dengan mengedepankan figur yang terasosiasikan dengan partai sehingga tidak terlempar dari parlemen.
Berdasarkan hasil survei LSI tersebut, empat partai lainnya juga memperoleh suara yang rendah, dan terancam tidak lolos ambang batas parlemen. Di antaranya, Nasdem berada di angka 4,2 persen, PPP sebesar 3,5 persen, PKS sebesar 3,8 persen, dan PAN di angka 2,0 persen.
Rully mengatakan, walaupun perolehan suara Nasdem sebesar empat persen, angka tersebut belum bisa dibilang aman. Sebab, katanya, dari survei yang dilakukan terdapat margin of error sebesar 2,9 persen. "Karena bisa jadi ada kemungkinan suaranya (Nasdem) turun ke bawah sebesar 2,9 persen," tambah Rully.