REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keberadaan tersangka kasus megakorupsi Kondensat Honggo Wendratno masih misterius. Pada Rabu (24/1) malam, Subdirektorat Tindak Pidana Pencucian Uang Badan Reserse Kriminal Polri melakukan penggeledahan di kediaman Honggo, Jalan Martimbang III Nomor 3, Jakarta Selatan.
Kasubdit III TPPU Money Laundry Bareskrim Polri Kombes Pol Jamaludin mengatakan, pencarian tersebut dalam rangka perintah membawa tersangka atas nama Honggo Wendratno. Sebab, penyidik telah tiga kali mengirim surat pemanggilan dalam rangka penyerahan tahap dua untuk kekejaksaan. "Malam ini yang bersangkutan kita tunggu sampai pukul 18.00 td tidak datang, maka kami melakukan upaya paksa yaitu melakukan perintah membawa lalu pengecekan di rumah yang bersangkutan," kata Jamaludin di lokasi, Rabu (24/1) malam.
Jamaludin mengatakan, polisi juga akan melakukan pencarian di rumah Honggo yang lainnya. Namun,polisi tetap tidak menemukan tersangka korupsi yang merugikan negara Rp 38 triliun itu. Tidak patah arang, Jamaludin mengatakan, kepolisian pun berusaha menggali sebanyak mungkin petunjuk untuk menemukan Honggo.
"Kami berupaya mencari mungkin alat bukti, dokumen, atau petunjuk yang lain maupun saksi untuk mencari keberadaan tersangka. Kami mencari petunjuk dokumen atau surat yang bisa jadi petunjuk," kata dia.
Terakhir kali, Honggo diketahui berada di Singapura untuk melakukan pengobatan. Penyidik telah melakukan pencarian di Singapura melalui senior Liaison Officer (SLO) Polri yang berada di Singapura. Penyidik Polri di Singapura juga telah mendatangi alamat yang patut diduga menjadi tempat tinggal Honggo di Singapura. Namun, Honggo tidak berhasil dijumpai.
Polri juga telah berkoordinasi denga the Interpol untuk menerbitkan Red Notice untuk Honggo. Red Notice pun diterbitkan pada 2017 lalu. Sehingga, kepolisian di seluruh dunia uang tergabung dalam Interpol dapat memburu mantan Direktur Utama PT TPPI ini.
Sejak Mei 2015, penyidik sudah menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam kasus kondensat ini. Mereka adalah Raden Priyono, Djoko Harsono, dan Honggo Wendratno. Raden Priyono dan Djoko Harsono sudah diketahui posisinya. Sementara Honggo Wendratno belum ditahan, karena tidak diketahui keberadaannya.
Perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh para tersangka adalah Tindak Pidana Korupsi Pengolahan Kondensat Bagian Negara. Mereka dinilai melawan hukum karena pengolahan itu tanpa dilengkapi kontrak kerjasama, mengambil dan mengolah serta menjual kondensat bagian negara yang merugikan keuangan negara. Sebagaimana telah dilakukan audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan RI, sebesar kerugian negara mencapai USD 2.717.894.359,49 atau Rp 38 miliar.
Arif Satrio Nugroho