REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Kate Hamad, seorang warga negara Amerika Serikat (AS), mengaku tak berani meninggalkan Ramallah. Ia takut dideportasi jika diberhentikan di pos pemeriksaan Israel di pinggiran kota otonomi Palestina yang ada di Tepi Barat itu.
Tiga bulan lalu, Israel menolak permohonannya untuk melakukan pembaharuan visa, meskipun suaminya yang merupakan warga Palestina dan ketiga anaknya memiliki tempat tinggal Tepi Barat.
Hamad adalah satu di antara banyak orang asing di Tepi Barat yang menghadapi masalah visa Israel. "Anda benar-benar merasa terjebak dan Anda benar-benar merasa takut," kata wanita berusia 32 tahun yang berasal dari Grimes, Iowa, ini.
Ia mengatakan, selama setahun terakhir Israel telah mempersulit orang-orang asing yang memiliki hubungan dengan warga Palestina. Hal ini merugikan pekerja, keluarga, universitas dan bahkan sekolah musik klasik yang mengajar anak-anak Palestina.
Keluarga Hamad pindah ke Ramallah pada Juni lalu setelah menjual rumah mereka di New Orleans, sehingga anak-anak bisa mengenal keluarga mereka di Palestina. Suami Hamad adalah seorang insinyur listrik yang menghabiskan sebagian besar waktunya di AS untuk urusan bisnis.
Sebelumnya, pria itu telah menyerahkan hak tinggalnya di Tepi Barat kepada ketiga anak mereka, namun tidak kepada istri dan anak perempuannya yang lebih tua.
Hamad mengatakan, pada Oktober lalu Israel menolak visanya dengan alasan suaminya tidak berada di Tepi Barat pada saat permohonannya sedang diproses.
Hamad mengatakan dia merasa didiskriminasi dibandingkan dengan orang Amerika lainnya di wilayah tersebut. Orang-orang Yahudi Amerika, termasuk orang-orang di permukiman Israel di Tepi Barat, langsung memenuhi syarat untuk mendapatkan kewarganegaraan Israel di bawah hukum pengembalian Israel untuk diaspora Yahudi.
COGAT, cabang Kementerian Pertahanan Israel, membantah telah memberlakukan peraturan yang lebih ketat. Mereka menolak memberikan data statistik dan hanya mengatakan aplikasi visa dinilai berdasarkan kasus per kasus.
Masalah mendasar bagi orang asing adalah pemerintah Palestina yang mengelola 38 persen dari Tepi Barat, tidak memiliki wewenang untuk memberi mereka tempat tinggal tanpa persetujuan Israel. Akibatnya, ribuan orang kebingungan saat pengajuan izin tinggal mereka diabaikan atau ditolak, sehingga hanya bisa mencari visa sementara dari Israel.
"Anda hanya akan bisa menjadi pengunjung, dan Anda akan dibiarkan mengemis untuk mendapatkan status," kata Morgan Cooper (36 tahun) asal California, yang baru-baru ini memperpanjang visanya selama enam bulan.