REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Imam Nawawi
Suatu waktu, saat mengendarai ojek ke suatu tempat, tiba-tiba sang tukang ojek bertanya dengan kalimat singkat, "Apakah seorang tukang ojek seperti saya bisa sukses, Bang?" Boleh jadi tukang ojek itu berpikir realistis, usia tidak lagi muda, skill pas-pasan, dan yang bisa dilakukan untuk bisa bertahan dan menafkahi keluarga adalah dengan menjadi tukang ojek. Ia juga mungkin sudah menyimpulkan, dirinya tak mungkn dapat menghimpun kekayaan sebagaimana orang lain yang masih muda telah hidup dengan kekayaan dari hasil kerjanya.
Jika memang cara berpikir seperti itu yang digunakan, sukses yang diharapkan boleh jadi tinggal angan-angan. Bekerja bating tulang pun belum tentu bisa menjadi orang kaya. Meneruskan cara berpikir seperti ini tentu sangat berbahaya sebab bisa mematahkan optimisme, padahal hidup bahagia dan diridhai Allah SWT, tidak selalu berurusan dengan kekayaan.
Tetapi, jika kembali pada nilai-nilai keimanan, setiap jiwa sesungguhnya sangat berpeluang menjadi pribadi sukses yang sesungguhnya. Tentu saja sukses dalam 'kacamata' Allah, bukan sebatas pandangan manusia pada umumnya.
Di dalam Alquran, orang sukses adalah pribadi yang senantiasa mendapatkan solusi dari Allah Ta'ala. "Barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar, dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangkasangkanya. Dan Barang siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)- nya." (QS ath-Tholaq [65]: 2-3).
Lihatlah pada masa Nabi, seorang lelaki yang beliau cium tangannya bukanlah seorang alim, seorang mujtahid ataupun ahli ibadah, apalagi sekadar orang yang hidup dengan limpahan harta. Yang beliau cium tangannya adalah lelaki pemecah batu yang dengan profesi itu, ia selamatkan dirinya dari meminta-minta dan tetap memberikan nafkah halal kepada keluarganya.
Dengan kata lain, profesi apa pun yang kita geluti asalkan dijalani dengan dasar iman dan takwa, maka itu adalah jalan terbaik menuju kesukesan. Sebaliknya, sebagus apa pun profesi dalam pandangan manusia jika dijalani tidak dengan dasar iman dan takwa, akan menjatuhkan harkat dan martabat dirinya, baik di hadapan manusia, lebih-lebih di hadapan Allah.
Selama diri masih mau bekerja, menyelamatkan diri dari meminta-minta, apalagi mencuri (korupsi) maka selama itulah jalan sukses masih terbuka lebar. Kemudian penting dicatat bahwa kemuliaan (kesuksesan) seseorang sama sekali tidak berkorelasi dengan kekayaan yang dimilikinya. Jadi, jangan minder hanya karena profesi diri yang dipandang rendah. Selama itu halal, kerjakanlah sepenuh hati dengan prinsip ownership.
"Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia akan berkata: "Tuhanku telah memuliakanku'. Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rezekinya maka dia berkata: 'Tuhanku menghinakanku'." (QS al-Fajr [89] :15-16). Terakhir, khusyuklah dalam shalat, jauhi hal yang sia-sia, tunaikan zakat, jaga kemaluan, jaga amanah. Itulah jalan menjadi pribadi sukses yang sesungguhnya. (QS al-Mukminun: 1 – 11). Wallahu a'lam bishawab.