Kamis 25 Jan 2018 19:41 WIB

KPK: Biaya Politik Tinggi Penyebab Demokrasi Transaksional

Tradisi mahar politik membuat calon pemimpin kompeten dan berintegritas tersisih.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Andri Saubani
Ketua KPK Agus Rahardjo  menyampaikan paparan capaian kinerja KPK pada 2017 di Gedung KPK Jakarta, Rabu (27/12).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Ketua KPK Agus Rahardjo menyampaikan paparan capaian kinerja KPK pada 2017 di Gedung KPK Jakarta, Rabu (27/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Agus Rahardjo menilai, tingginya biaya politik menjadi salah satu penyebab demokrasi Indonesia prosedural dan transaksional. Karena, untuk menjadi seorang bupati saja, seorang calon harus mengeluarkan uang hingga puluhan miliar rupiah.

"Bayangkan saja menjadi bupati perlu sekian puluh miliar, dan menjadi gubernur perlu sekian ratus miliar," ujar Agus saat dikonfirmasi, Kamis (25/1).

Akibat adanya mahar politik tersebut, menurut Agus, anak bangsa yang berkompeten dan berintegritas menjadi seorang pemimpin, sering tersisih. "Hari ini keadilan dalam demokrasi juga belum kita dapatkan. Seseorang yang sangat kompeten dan sangat berintegritas, namun tidak punya uang, akan sangat sulit menjadi pejabat publik seperti bupati, wali kota, atau gubernur. Mengingat biaya yang sangat besar tadi," kata Agus.

Sering pula para calon kepala daerah mencari sumber dana ke pengusaha atau pihak swasta lainnya. Sehingga, saat terpilih, kepala daerah itu pun akan berusaha keras mengembalikan pinjaman uang tersebut dengan berbagai cara.

Kabiro Humas KPK, Febri Diansyah pun mengingatkan kepada para calon kepala daerah tidak melakukan praktik politik uang. Apalagi, jika sumber dana dari hasil korupsi atau dari pihak-pihak yang nanti harus diganti dalam bentuk proyek-proyek saat setelah menjabat karena akan menjadi suap dan gratifikasi.

"Karena jika menerima sumbangam dana politik di luar mekanisme yang sudah diatur maka dapat berisiko menjadi gratifikasi atau suap. Sedangkan untuk calon incumbent agar tidak menyalahgunakan kewenangan yang dimiliki saat ini dan perlu lebih berhati-hati dengan sumbangan dan dana politik," tutur Febri.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا قُمْتُمْ اِلَى الصَّلٰوةِ فَاغْسِلُوْا وُجُوْهَكُمْ وَاَيْدِيَكُمْ اِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوْا بِرُءُوْسِكُمْ وَاَرْجُلَكُمْ اِلَى الْكَعْبَيْنِۗ وَاِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوْاۗ وَاِنْ كُنْتُمْ مَّرْضٰٓى اَوْ عَلٰى سَفَرٍ اَوْ جَاۤءَ اَحَدٌ مِّنْكُمْ مِّنَ الْغَاۤىِٕطِ اَوْ لٰمَسْتُمُ النِّسَاۤءَ فَلَمْ تَجِدُوْا مَاۤءً فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوْا بِوُجُوْهِكُمْ وَاَيْدِيْكُمْ مِّنْهُ ۗمَا يُرِيْدُ اللّٰهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِّنْ حَرَجٍ وَّلٰكِنْ يُّرِيْدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهٗ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ
Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan salat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai ke kedua mata kaki. Jika kamu junub, maka mandilah. Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, maka jika kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu. Allah tidak ingin menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, agar kamu bersyukur.

(QS. Al-Ma'idah ayat 6)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement