REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) menyerahkan bukti tambahan terkait gugatan pembubaran organisasi massa (ormas) Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) pada sidang lanjutan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Dalam daftar bukti kedua ini, Kemenkumham mengajukan bukti-bukti tambahan berupa regulasi-regulasi yang mendasari Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM pada 19 Juli 2017 yang mencabut status badan hukum HTI.
"Agenda sidang kali ini, mendengarkan saksi pihak HTI selaku penggugat yang menghadirkan tiga orang saksi dalam persidangan," ucap kuasa hukum Kemenkumham Hafzan Taher, Kamis (25/1).
Hafzan Taher menyatakan, bahwa saksi-saksi yang dihadirkan oleh penggugat (HTI) tidak mampu membantah bukti-bukti. Sedangkan fungsi saksi, mempunyai fungsi sebagai alat bukti yang seharusnya mampu mematahkan bukti-bukti lawan dan memperkuat bukti-bukti sendiri. Namun tidak terjadi begitu di dalam persidangan kali ini.
"Makanya kelihatan saksi meraba-raba dan terkesan menyembunyikan fakta dan hanya berdalih dan berputar-putar terkesan mengkaburkan masalah. Saksi juga mengetahui arti Hizbut Tahrir adalah Partai Pembebasan," tambah dia.
Hafzan mengatakan, saksi penggugat juga tidak bisa membantah ketika dirinya ditanya terkait dengan kegiatan-kegiatan HTI, dan ketika disodori fakta kegiatan yang berjumlah dua ratus kegiatan, saksi bungkam. Bahkan saksi-saksi penggugat yaitu dari HTI ketika ditanya tentang upaya penggugat mengganti Pancasila saksi diam dan tidak membantah.
"Kelihatannya saksi yang dihadirkan kurang dipersiapkan dengan matang. Sehingga jawabannya terkesan berputar-putar," ujarnya.
Adapun menurut kuasa Hukum Kemenhumkam lainnya, I Wayan Sudirta. Dalam persidangan kali ini, dia meragukan atas 3 orang saksi yang diajukan. Sebab, menurutnya, saksi tadi hanya mengisahkan sekitar dia.
"Padahal HTI kegiatannya ada di seluruh Indonesia, seluruh dunia, tapi yang bisa dia (saksi) jelaskan tentang apa yang dia ketahui di sekitar saja," ucapnya.
Tak hanya itu, Kemenkumham memperkuat bukti-buktinya mengenai bagaimana penggugat yang sebenarnya dan meliputi, siapakah mereka, apa tujuannya dan bagaimana mereka yang sebenar-benarnya melalui buletin-buletin HTI yang pernah dipublikasikan dalam website hizbut-tahrir.or.id.
Sebelumnya, pada sidang yang digelar pada tanggal 18 Januari 2018 lalu, Kemenkumham menyampaikan bukti tambahan. Salah satunya video Muktamar HTI. Hafzan mengatakan, video tersebut membuktikan ancaman dalam kegiatan HTI dengan paham khilafahnya di Indonesia.
Dia mengungkapkan juga, bukti yang diserahkan membuktikan bahwa Keputusan tergugat untuk mencabut status badan hukum HTI telah dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan memenuhi Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB).
"Keputusan dilakukan karena dilatarbelakangi ideologi Khilafah yang dianut penggugat yang pada akhirnya bertujuan untuk merebut Kekuasaan dan mendirikan Negara Islam Transnasional. Hal ini merupakan suatu ancaman serius bagi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Pancasila serta UUD 1945," tutup dia.