REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD -- Perdana Menteri Pemerintah Daerah Kurdistan (KRG) Nechirvan Barzani mengatakan, pemerintahannya tidak akan menyerahkan minyak di wilayah tersebut ke pemerintah federal di Baghdad.
Pernyataan ini bertentangan dengan sikap Perdana Menteri Irak Haidar Abadi pada Kamis (25/1) kemarin. Berbicara kepada Forum Ekonomi Dunia di Davos, Abadi mengatakan, negaranya akan mematuhi batasan OPEC untuk menjaga harga minyak tetap stabil.
Menurut Abadi, rekonstruksi Irak membutuhkan antara 55 dan 100 miliar dolar AS. "Investasi asing adalah satu-satunya jalan bagi rekonstruksi Irak untuk maju," katanya dikutip Middle East Monitor, Jumat (26/1).
Pekan lalu, pembicaraan antara Baghdad dan Arbil mencapai kesepakatan. Pemerintah federal akan mencabut larangan yang diberlakukan di Bandara Arbil dan Sulaimaniyah sebagai tanggapan atas referendum kemerdekaan yang diselenggarakan Kurdistan pada 25 September. Perundingan tersebut terjadi di antara delegasi yang mewakili pemerintah federal dan KRG.
Hubungan antara kedua belah pihak memburuk setelah referendum yang dilakukan oleh Kurdi. Baghdad harus memerintahkan militer Irak untuk mengembalikan kontrol atas wilayah yang diambil pasukan Peshmargah Kurdi setelah 2003.