Jumat 26 Jan 2018 14:25 WIB

Ketika Nama SBY Disebut pada Kasus Korupsi KTP-el

Partai Demokrat membantah tudingan SBY terlibat pada kasus korupsi KTP-el.

Ilustrasi KTP elektronik (e-KTP)
Foto: Antara/Rahmad
Ilustrasi KTP elektronik (e-KTP)

REPUBLIKA.CO.ID  Oleh: Dian Fath Risalah, Zahrotul Oktaviani

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan mantan politikus Partai Demokrat, Mirwan Amir, dalam sidang lanjutan kasus KTP elektronik (KTP-el) dengan terdakwa Setya Novanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (25/1). Dalam persidangan, Mirwan mengaku pernah meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menghentikan proyek pengadaan KTP-el. Tapi, saat itu, SBY menolak permintaan Mirwan.

"Pernah saya sampaikan bahwa program KTP-el ini lebih baik tidak dilanjutkan," ungkap Mirwan saat dicecar pertanyaan oleh kuasa hukum Novanto terkait keterlibatan partai pemenang di Pemilu 2009 dalam proyek KTP-el di ruang sidang Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (25/1).

"Itu disampaikan langsung kepada Pak SBY?," tanya Firman kepada Mirwan.

"Iya," jawab Mirwan.

"Di mana?" tanya Firman lagi.

"Di Cikeas," jawab Mirwan.

"Pada waktu itu, tanggapan dari Pak SBY apa?" cecar Firman.

"Tanggapan dari Bapak SBY bahwa ini kita untuk menuju pilkada, jadi poyek ini harus diteruskan. Saya hanya sebatas itu saja. Posisi saya hanya orang biasa saja, tidak punya kekuatan," jawab Mirwan.

Mendengar jawaban Mirwan, Ketua Majelis Hakim Yanto langsung menanyakan terkait kekuatan yang tidak Mirwan miliki. "Tidak punya kekutan untuk apa?" tanya Hakim Yanto.

"Saya hanya sebatas itu saja. Saya tidak mempunyai kekuatan menghentikan program KTP-el ini. Tapi, saya sudah sampaikan itu kepada pemenang pemilu atas saran dari Pak Yusnan (pengusaha) karena katanya ada masalah," terang Mirwan.

"Di forum?" tanya Hakim Yanto lagi.

"Kebetulan, ada acara di Cikeas. Sekilas saja saya bicara, bukan di forum resmi," jawab Mirwan.

Menanggapi pengakuan Mirwan, Ketua Tim Penasihat Hukum Setya Novanto Maqdir Ismail mengatakan, kesaksian Mirwan soal keterkaitan proyek KTP-el dengan Partai Demokrat sebagai pemenang Pemilu 2009 menunjukkan bahwa proyek KTP-el adalah proyek nasional. Ini bukan proyek penguasa pemerintahan periode 2009-2014.

Kuasa Hukum terdakwa Novanto, Firman Wijaya, menilai, kesaksian Mirwan Amir dalam persidangan kliennya, Kamis (25/1), memperlihatkan kekuatan besar yang disebut mengintervensi proyek KTP-el itu adalah anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR periode 2009-2014. Apalagi, proyek KTP-el itu amat erat kaitannya dengan anggaran. Karena itu, Firman menilai, keliru dengan anggapan bahwa proyek tersebut dikendalikan oleh Novanto.

Demokrat membantah

Kepala Divisi Advokasi dan Bantuan Hukum DPP Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean mengatakan, tidak mungkin presiden memberhentikan begitu saja proyek KTP-el yang sudah berjalan. Terlebih, kata Ferdinand, proyek ini adalah kebijakan demi penataan identitas kependudukan warga negara Indonesia. Pemetaan ini bertujuan baik, juga dalam rangka perkuatan faktualisasi data pemilih dalam setiap pilkada maupun pemilu nasioanal.

“Dengan demikian, akan menjadi masalah besar bila proyek tersebut dihentikan begitu saja," jelas Ferdinand.

Ferdinand menambahkan, pada saat Mirwan menyampaikan permintaan tersebut, belum ada masalah korupsi yang mengganggu proyek KTP-el. Sehingga, menurutnya, tidak mungkin bisa dihentikan tanpa alasan yang jelas karena akan berakibat hukum atas kontrak yang sudah ditandatangani. "Pemerintah bisa dituntut balik oleh pihak kontraktor dan akan merugikan pemerintah," ucapnya.

Ferdinand menegaskan, Partai Demokrat mendukung KPK menuntaskan kasus korupsi KTP-el meskipun ada kader partai yang terlibat dalam kasus tersebut. Selain itu, Ferdinand menilai, pernyataan Mirwan tersebut tidaklah menunjukkan bahwa Presiden SBY dan Partai Demokrat terlibat dalam korupsi proyek KTP-El.

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Demokrat Erma Ranik menilai, pengacara Setya Novanto Firman Wijaya tengah berusaha memutar balikan fakta sehingga terkesan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono merupakan otak dari kasus korupsi proyek KTP-el.

"Keterangan Saksi Mirwan Amir bahwa ia pernah menyampaikan informasi soal E-KTP kepada presiden SBY diputar balikan menjadi kesan seolah-olah SBYlah otak E KTP. Firman memungut informasi sepotong yang berakibatnya timbul kebohongan besar," ujarnya, Kamis (25/1).

Erma mengatakan, pekerjaan Firman selaku pengacara terdakwa memang dituntut untuk selalu membela kliennya. Dan pekerjaan Firman semakin berat sejak semakin banyaknya fakta dugaan peran terdakwa semakin terlihat.

Fakta-fakta yang telah disebutkan berusaha dikaburkan oleh pengacara terdakwa ini. Kepanikan Firman menyebabkan dirinya memutarbalikkan fakta dan menuduh orang lain sementara dari pernyataan saksi dan terdakwa sebelumnya memperlihatkan tidak sedikitpun ada keterlibatan SBY dalam korupsi tersebut.

Ia menyatakan kebenaran tidak bisa ditutupi meskipun ada yang berusaha mengaburkannya. Dirinya yakin SBY sama sekali tidak terlibat dalam korupsi EKTP.

Erma meminta kepada media untuk berhati-hati dalam menyebut identitas narasumber. Media diminta berhenti menyebut jika Mirwan Amir adalah Politikus Partai Demokrat karena dirinya sudah lama tidak menjadi kader Partai Demokrat dan sudah bergabung ke Partai lain.

Mirwan pada periode 2009-2014 merupakan wakil ketua Banggar DPR dari Fraksi Partai Demokrat dan kini dia masuk ke dalam kepengurusan Partai Hanura. Jadi dia memang tidak lagi sebagai politikus Partai Demokrat.

Respons KPK

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanggapi terkait dengan kesaksian Mirwan Amir yang sempat menyebut nama SBY. KPK mengatakan akan mempelajari fakta-fakta yang muncul dipersidangan.

Prinsip dasarnya persidangan itu dilakukan untuk membuktikan perbuatan dari terdakwa. Namun, jika ada fakta-fakta persidangan yang muncul, tentu saja KPK perlu mempelajari terlebih dahulu.

"Jaksa penuntut umum yang akan melihat setiap perincian proses persidangan tersebut," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK RI, Jakarta, Kamis (26/1).

Dalam perkara ini, Novanto diduga menerima 7,3 juta dolar AS dan jam tangan Richard Mille senilai 135.000 dolar AS dari proyek KTP-el. Setya Novanto menerima uang tersebut melalui mantan Direktur PT Murakabi sekaligus keponakannya Irvanto Hendra Pambudi Cahyo maupun rekan Setnov dan juga pemilik OEM Investmen Pte.Ltd. dan Delta Energy Pte.Ltd. yang berada di Singapura Made Oka Masagung.

Jam tangan diterima Novanto dari pengusaha Andi Agustinus dan Direktur PT Biomorf Lone Indonesia Johannes Marliem sebagai bagian dari kompensasi karena Setnov telah membantu memperlancar penganggaran. Total kerugian negara akibat proyek tersebut mencapai Rp 2,3 triliun.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement