Jumat 26 Jan 2018 16:45 WIB

Sebut Wisata Halal itu Haram, Bupati Lombok Timur Dikecam

Tren wisata halal mulai berkembang seiring dengan meningkatnya populasi Muslim dunia.

Rep: Muhammad Nursyamsyi/ Red: Agus Yulianto
Sebuah alat berat melakukan pembukaan lahan untuk pembangunan hotel di kawasan wisata Sembalun, Selong, Lombok Timur, NTB (Ilustrasi)
Foto: ANTARA/Ahmad Subaidi
Sebuah alat berat melakukan pembukaan lahan untuk pembangunan hotel di kawasan wisata Sembalun, Selong, Lombok Timur, NTB (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Pernyataan Bupati Lombok Timur Mochamad Ali tentang wisata halal, menuai kontroversi. Ketua Aliansi Pemuda NTB di Jakarta, Dian Sandi Utama mengatakan, pernyataan Ali sangat tidak relevan.

"Kalau saya membaca pernyataannya, yang mengharamkan wisata halal, hanya karena mengartikan wisata sebagai ajang foya-foya dan membandingkan dengan zaman Nabi Muhammad SAW, saya rasa itu sangat tidak relevan dengan keadaan kita hari ini," ujar Dian dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id di Mataram, NTB, Jumat (26/1).

Dian menjelaskan, tren wisata halal mulai berkembang seiring dengan meningkatnya populasi Muslim dunia. Meningkatnya populasi Muslim yang berusia muda, berpendidikan, dan memiliki jumlah pendapatan yang tinggi membuat industri pariwisata internasional mulai menargetkan wisatawan Muslim sebagai target pasarnya.

Dian mengatakan, wisata halal tidak jauh berbeda dengan wisata pada umumnya. Namun, wisata halal merupakan konsep wisata yang memudahkan wisatawan Muslim untuk memenuhi kebutuhan berwisata mereka. Mulai adanya rumah makan bersertifikasi halal, tersedianya masjid atau mushala, hingga fasilitas kolam renang terpisah antara pria dan wanita.

"Adapun wisata syariah mengandung konsep yang lebih luas, yaitu pariwisata yang keseluruhan aspeknya tidak bertentangan dengan syariah. Itu poinnya," kata Dian.

Dikatakan Dian, wisata juga merupakan aktivitas tadabur alam dengan menikmati keindahan alam sebagai refleksi diri untuk mensyukuri keagungan Allah SWT akan ciptaan-Nya. Dian mengaku sependapat jika kritikan diarahkan pada kesempurnaan konsep wisata halal dengan mendorong pihak-pihak terkait dan yang memiliki otoritas untuk memperbaiki sistemnya agar kemudian apa yang telah dicapai benar-benar menjadi sebuah kebanggaan.

Keberhasilan NTB dan Indonesia meraih meraih penghargaan the World Halal Travel Summit & Exhibition 2015 di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, di mana Lombok terpilih sebagai destinasi wisata halal terbaik dunia mengalahkan Malaysia, Abu Dhabi, Turki, Qatar, dan beberapa negara nominasi lainnya, merupakan kerja keras yang patut diapresiasi dalam menarik minat wisatawan.

Menurut Dian, model wisata halal tak hanya digencarkan negara-negara dengan penduduk mayoritas Muslim, melainkan negara-negara lain seperti Inggris, Jepang, dan Korea Selatan. "Itu pengakuan dunia internasional terhadap kita. Saya heran kalau ada tokoh yang mengkritik keras, bahkan sampai mengharamkan konsep itu. Jelas itu adalah sebuah dekadensi dalam berpikir dan bagi saya itu cukup sebagai bukti selama ini beliau (Ali) melihat konsep wisata halal hanya menggunakan corong sedotan," ucap Dian.

Sebelumnya, Bupati Lombok Timur Mochamad Ali menegaskan, tidak ada sepakat penggunaan kata syariah atau unsur agama dalam hal pariwisata. Ali menilai, dalam Islam wisata itu adalah sesuatu yang haram lantaran membuang-buang uang.

"Jangan gunakan wisata syariah. Kalau menurut Islam, wisata itu haram karena Anda mubazir (buang uang). Wisata syariah hanya istilah politik," kata Ali.

Ali beranggapan, wisata dan syariah adalah dua hal yang berbeda dan tidak bisa dipadukan. Ia mempersilakan orang berwisata, namun tidak dengan embel-embel syariah. "Wisata, ya wisata saja, hotel mewah, makan-makan, dengar musik, jalan-jalan lihat pemandangan, berenang di pantai. Enggak usah pakai istilah macam-macam," ungkap Ali.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement