REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa dokter ahli bidang kecantikan Sonia Grania Wibisono dalam penyidikan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) atas nama tersangka Bupati Kutai Kartanegara nonaktif Rita Widyasari. KPK memeriksa Sonia sebagai saksi untuk tersangka Rita Widyasari.
"Jadi saya kenal Bu Rita itu sudah lama banget antara 5-10 tahun lalu saya juga lupa dan saya itu pernah ketemu dia cuma sekali, yaitu di acara sosialita habis itu saya tidak pernah ketemu dia lagi," kata Sonia seusai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Jumat (26/1).
Ia mengaku bahwa acara sosialita itu diselenggarakan di sebuah cafe yang berlokasi di Jakarta. Namun, ia enggan memberikan penjelasan lebih lanjut seputar materi pemeriksaannya kali ini.
"Saya sudah menyampaikan semuanya ke penyidik jadi nanti bisa tolong ditanya saja, yang pasti saya tidak ada hubungan dekat atau spesial. Saya waktu itu hanya sekali saja ketemu di acara sosialita saja. Waktu itu juga banyak orang, tempatnya juga berisik, jadi saya tidak sempat ngobrol terlalu banyak," tuturnya.
Ia pun enggan berkomentar banyak saat ditanya apakah tersangka Rita pernah melakukan perawatan di kliniknya. "Itu sudah saya sampaikan ke penyidik, nanti bisa ditanyakan saja," kata dia.
Selanjutnya, ia pun enggan menjelaskan saat dikonfirmasi apakah Rita pernah memberikan sesuatu kepada dirinya seperti tas mewah. "Tanya penyidiknya saja ya, saya takutnya tidak enak nanti saya ganggu jalannya penyidikan," ucap Sonia.
Sementara itu, Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan pemeriksaan terhadap Sonia untuk mengonfirmasi soal penggunaan kekayaan Rita Widyasari untuk sejumlah perawatan medis kecantikan.
"Ya, dibutuhkan pemerikaaan terhadap saksi. Penyidik perlu mengonfirmasi penggunaan kekayaan Rita Widyasari untuk sejumlah perawatan medis kecantikan," kata Febri.
KPK menetapkan Rita Widyasari yang merupakan Bupati Kutai Kartanegara 2010-2015 dan 2016-2021 serta komisaris PT Media Bangun Bersama Khairudin sebagai tersangka TPPU. Rita Widyasari bersama-sama Khairudin diduga telah menerima dari sejumlah pihak baik dalam bentuk fee proyek, fee perizinan, dan fee pengadaan lelang barang dan jasa APBD selama kurun masa jabatannya sebagai Bupati periode 2010-2015 dan 2016-2021.