REPUBLIKA.CO.ID, Lebih dari dua bulan telah berlalu sejak pemerintah Filipina mengumumkan kemenangan atas komandan militan Muslim yang bersenjata, tapi kota tepi danau, pusat warisan Islam di pulau Mindanao yang dilanda pemberontakan itu, masih setengah kosong.
Meskipun militer telah mengizinkan separuh dari 200.000 penduduk kota itu kembali, kota separuh yang hancur dengan ladang puing-puing yang luas, serta perampokan yang tidak meledak dan jebakan bom, membuat Marawi masih belum menjadi lahan manusia.
Tim penilai pasca konflik menyusun rencana untuk membangun kembali Marawi. Para ahli memperkirakan bahwa dibutuhkan dana sekitar 50 miliar sampai 90 miliar peso ( 1,3 miliar sampai 2,4 miliar AS). Namun mereka tidak yakin berapa lama proses pembangunan kembali akan dilakukan.
Pasukan pemerintah melintasi masjid di Marawi City, Filipina Selatan.
Seorang pejabat militer senior mengatakan bahwa unit peledak bom yang paling cepat dapat membersihkan reruntuhan alat peledak sampai pada bulan April, atau hampir setahun dari saat militan melancarkan konflik bersenjata.
Untuk saat ini, orang di Marawi banyak yang hidupnya terjangkit oleh konflik. Mereka harus menunggu sampai mereka diizinkan kembali ke kota yang dilumatkan ke puing-puing dan debu.
Bahkan kemudian, apa yang menanti mereka serasa lebih tidak pasti. Ancaman yang terus muncul bahwa militan mungkin akan segera kembali. Menteri Pertahanan Delfin Lorenzana mengatakan pada Oktober lalu, bahwa enam batalyon tentara akan tetap berada di Marawi di tengah seruan Presiden Rodrigo Duterte untuk terus waspada.
****
Letak kota Marawi berada sekitar tiga jam perjalanan dari bandara terdekat di kota Laguindingan. Tempat ini secara perlahan mendapatkan secercah kisah sukses Filipina: Jalan raya yang mulus, hadiah turis, TV kabel, sekolah, pabrik semen, restoran McDonald's di sana-sini.
Dan sekitar 30 km dari Marawi adalah Iligan, kota terdekat dan setengah jalan dari Laguindingan. Di sini, lembaran tarpaut ketika ada tiang setinggi 1 meter dan tinggi 0,5 meter, berbaris di jalan sekitar beberapa meter. Tiang itu mengumumkan pencapaian beberapa putra atau putri Muslim menjadi seorang dokter, perawat, kriminolog, insinyur, Pengumuman itu terlihat baru saja dicetak.
"Ada dalam budaya Maranao, untuk bangga dengan pendidikan, dan ini untuk melayani pemberitahuan kepada suku yang lain. Orang-orang di sini mengatakan bahwa jika Anda memiliki anak yang lulus ujian lisensi, dan Anda tidak memasang pita, Anda tidak dipandang menyukai anaknya," kata sopir Jamil Tuano, 35, seraya merujuk pada suku Muslim yang membentuk sebagian besar penduduk Marawi. Inilah sebabnya mengapa Marawi kadang disebut, bercanda, "kota pita dan terpal," katanya.
Pasukan pemerintah Filipina di Kota Marawi, Selasa, 30 Mei 2017. Sekitar 61 militan Maute telah tewas dalam pertempuran melawan militer Filipina dalam sepekan terakhir.
Lebih dekat ke kota Marawi, nuansa kehidupan Islam memenuhi pemandangan. Masjid pinggir jalan; perempuan dalam jilbab dan niqab; laki-laki dengan taqiyah putih dan bulat di atas kepala mereka, terlihat di mana-mana. Namun ada juga peringatan bahwa wilayah ini adalah zona konflik. Ini tampak dari adanya truk yang dipenuhi tentara, pos pemeriksaan di mana-mana, atau adanya lalu lalang kendaraan dengan tanda-tanda kelompok bantuan dan organisasi non-pemerintah.