REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) Islam Al Ittihadiyah mengingatkan perlunya harmonisasi peran antara pemerintah dan ulama, menyusul maraknya persekusi terhadap ulama. "Al Ittihadiyah melihat perlu ada harmonisasi antara peran pemerintah dan ulama," kata Ketua DPP Al Ittihadiyah Lukmanul Hakim dalam Mukernas dan Milad ke-83 DPP Al Ittihadiyah di Kota Bogor, Jawa Barat, Jumat (26/1).
Lukman mengatakan, ulama adalah corong umat, corong pembangunan karakter bangsa. Tanpa ulama, karakter bangsa akan tidak tentu arah. "Tapi, Ittihadiyah juga mengoreksi ada beberapa tokoh-tokoh yang provokatif dan destruktif," katanya.
Namun, lanjutnya, di sisi lain pemerintah tidak lantas melakukan persekusi mengingat peran ulama sebagai corong pembangunan karakter bangsa. "Jadi, mari kita sepakati antara pemerintah dan ulama, bahwa kita ini adalah komponen bangsa, membangun bangsa, jika pemerintah ke pemerintahan, ulama ke umat membangun karakter bangsa," katanya.
Ittihadiyah, lanjut Lukman, ingin mengajak harmonisasi terhadap peran pemerintah dan ulama. Walau keduanya berbeda sudut pandang, sehingga perlu membangun harmonisasi.
Terkait ulama juga perlu untuk diawasi, Ittihadiyah akan mengawasi ceramah ulama yang membangun dan bukan provokatif. "Ittihadiyah akan mengawasi kedua pihak ini. Ulama tetap menjadi ciri khas ulama, tapi bukan provokatif, destruktif. Ciri keulamaan harus dijaga," katanya.
"Pemerintah juga harus menganggap ulama itu aset bangsa, sebagai anak negeri, bukan musuh dan bukan pula pengkhianat. Jadi kedua pihak arus punya kesepakatan itu. Kalau dua-dunya bisa dipenuhi jalannya bagus," kata Lukman menambahkan.
Al Ittihadiyah merupakan organisasi Islam yang berdiri sejak tahun 1935. Lahir sebagai pemersatu dan perekat umat saat terjadi perpecahan. Ormas yang berdiri di Medan ini merupakan salah satu pendiri Majelis Ulama Indonesia (MUI) berperan dalam pendidikan, dakwa, ekonomi, dan sosial.