REPUBLIKA.CO.ID, SUKABUMI -- Pemerintah Kota (Pemkot) Sukabumi akan mengirim surat secara resmi kepada DPR RI dan pemerintah pusat untuk menanggapi masalah lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT). Terutama untuk segera mengeluarkan ketentuan yang melarang LGBT dan perkawinan sejenis.
Hal ini disampaikan Wali Kota Sukabumi Mohamad Muraz selepas menerima perwakilan pengunjukrasa yang menolak LGBT dan perzinahan di Gedung DPRD Kota Sukabumi Jumat (26/1). "Kami sudah sepakat secara resmi pemkot bersama DPRD akan tandatangani surat permohonan ke DPR RI dan pemerintah pusat untuk untuk menolak LGBT," terang Mohamad Muraz kepada wartawan.
Dia mengatakan, tuntutan dari ormas yang menolak LGBT akan dilampirkan dalam surat tersebut. Lebih lanjut dia menerangkan praktek LGBT di Sukabumi sebenarnya masih bisa ditindak dengan peraturan daerah (Perda) tentang asusila.
Muraz mengatakan, hukumannya hanya tiga bulan kurungan. Namun kata dia, proses pembuktian tindakan asusila ini sedikit sulit terutama membuktikan praktek hubungan antara laki dengan laki-laki maupun perempuan dengan perempuan.
Muraz mengatakan, pemkot juga terbuka untuk melakukan rehabilitasi atau penanganan kaum LGBT yang mau berobat ke layanan kesehatan. "Permasalahannya mau tidak mereka berobat," ujar dia.
Bila nantinya ditangani tim kesehatan, Muraz mengatakan, pemkot akan menggratiskan layanan tersebut. Saat ini lanjut dia pemkot pun belum mengetahui jumlah pelaku LGBT di Sukabumi.
Sebelumnya, seribuan massa gabungan dari berbagai organisasi di Sukabumi melakukan aksi turun ke jalan menolak LGBT, Jumat (26/1) siang. Mereka melakukan longmarch dari Alun-Alun Kota Sukabumi dengan melintasi sejumlah ruas jalan dan berakhir di gedung DPRD Kota Sukabumi.
Kami mendesak kalangan DPR RI untuk segera mengesahkan perluasan pasal pemidanaan terhadap pelaku tindak LGBT dan perkawinan sejenis, ujar Presidium Aliansi Ormas Islam Sukabumi Fathurrahman pada saat membacakan sikap di depan gedung DPRD Kota Sukabumi. Di mana kata dia hal ini dimasukkan dalam rancangan kitab undang-undang hukum pidana (KUHP).
Fathrurrahman berharap, perluasan pasal ini masuk dalama prioritas program legislasi nasional (Prolegnas) 2018. Sehingga kata dia masalah ini bisa dibahas dalam masa sidang 2018.