Jumat 26 Jan 2018 21:04 WIB
Hasilkan Naskah Akademik Fikih Perlindungan Anak dan Fikih Medsos

Yunahar: Anak Perlu Diberi Perlindungan Sebaik Mungkin

Majelis Tarjih Pusat akan mengolahnya menjadi pedoman ringkas dan dalam bentuk fatwa.

Rep: Fuji Eka Permana/ Red: Agus Yulianto
Yunahar Ilyas
Foto: ROL
Yunahar Ilyas

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah telah menyelenggarakan Musyawarah Nasional (Munas) Tarjih Muhammadiyah di Universitas Muhammadiyah Makassar, Kota Makassar, Sulawesi Selatan pada 23-26 Januari 2018. Munas Tarjih Muhammadiyah menghasilkan naskah akademik fikih perlindungan anak dan fikih media sosial (medsos) atau fikih informasi.

Ketua PP Muhammadiyah Bidang Tarjih dan Tablig, Prof Yunahar Ilyas mengatakan, naskah fikih perlindungan anak yang dihasilkan dari Munas Tarjih Muhammadiyah sampai 30 halaman lebih. Fikih perlindungan anak dan fikih medsos saat ini masih dalam bentuk naskah akademik. Tapi sudah disarankan agar naskah akademik tersebut diolah lagi menjadi bentuk fatwa untuk dijadikan pedoman praktis yang ringkas.

"Sebab kalau dalam bentuk naskah akademik kadang-kadang tidak dibaca orang," kata Prof Yunahar Ilyas kepada Republika.co.id, Jumat (26/1).

Dia menerangkan, di dalam naskah akademik fikih perlindungan anak intinya membicarakan perlindungan anak dari berbagai aspek. Anak-anak adalah aset bangsa dan aset umat. Maka anak-anak perlu diberi perlindungan dengan sebaik mungkin.

Di dalam naskah akademik fikih perlindungan anak juga membahas perkawinan anak. Kalau di dalam Undang-undang Perkawinan, anak perempuan usia 16 tahun dan laki-laki usia 18 tahun sudah boleh menikah. Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah membuat usia ideal pernikahan bagi perempuan dan laki-laki di usia 21 tahun. Maksud dari usia ideal menikah adalah saran Muhammadiyah, bukan berupa fatwa dari Muhammadiyah.

Menurut Yunahar, secara biologis memang usia 16 atau 18 tahun sudah matang. Tapi perkawinan tidak hanya berpatokan pada kematangan biologis. "Kalau perempuan terlalu cepat menikah, apakah dia sudah siap menjadi ibu? Bagaimana mengelola rumah tangga dengan suaminya, bagi laki-laki apakah sudah siap menjadi suami yang bertanggungjawab menafkahi keluarga," ujarnya.

Ia menyampaikan, fikih perlindungan anak bagi Muhammadiyah akan diterapkan di keluarga, di sekolah dan masyarakat. Ada juga bagian-bagian di fikih perlindungan anak yang membutuhkan regulasi dan kebijakan pemerintah serta Undang-undang. Nanti Muhammadiyah akan menyampaikannya kepada pemerintah.

Yunahar yang juga sebagai Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengatakan, fikih medsos atau informasi juga masih berupa naskah akademik. Secara garis besar fikih medsos membahas persoalan informasi dalam segala bentuknya. Jadi di dalam naskah akademik dijelaskan macam-macam informasi.

Ada petunjuk tentang informasi seperti apa yang tidak boleh disebarluaskan. Seperti informasi yang bersifat kebencian, menghina, memaki, berita bohong, fitnah dan lain sebagainya. Dalam hal ini Muhammadiyah ingin memberikan bimbingan kepada masyarakat supaya jangan cepat membagikan informasi yang diterima.

"Postingan yang diterima harus dibaca dan dikritis. Pertimbangannya benar atau tidak kalau postingan itu sifatnya informasi. Kalau postinganitu menyangkut orang lain, pertimbangannya maslahat atau tidak, ini perlu atau tidak disebarluaskan," tegas Yunahar.

Dikatakanya, fikih perlindungan anak dan fikih medsos atau informasi yang dihasilkan Munas Tarjih Muhammadiyah masih berupa naskah akademik. Nanti Majelis Tarjih Pusat akan mengolahnya agar menjadi pedoman ringkas dan dikeluarkan dalam bentuk fatwa.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement