REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR RI Taufiqulhadi menyatakan, Presiden harus mencermati sekali keputusan Mendagri untuk mengangkat perwira polisi aktif menjadi Plt Gubernur. Bahkan, ia meminta sebaiknya presiden menolak inisiatif Mendagri tersebut.
''Karena kebijakan ini menimbulkan tanda tanya dari masyarakat. Dan, presiden dianggap pihak yang bertanggung jawab,'' kata Taufiqulhadi, saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (26/1).
Menurut dia, Kemedagri sebaiknya mengajukan pejabat di Kemendagri seperti pejabat setingkat Dirjen untuk jabatan tersebut. Mengajukan perwira polisi aktif sebagai Plt Gubernur bukan tempat dan saat yang tepat.
Bukan hanya polisi, juga perwiwa TNI aktif jangan ditempatkan untuk posisi itu dulu. Hal ini, lanjut dia, semata-mata untuk menjaga netralitas. Kapolri pun telah mengatakan, agar kepolisian menjaga netralitas dalam Pilkada ini.
''Kami meminta, Plt Gubernur hanya untuk pejabat eselon satu di Kemendagri,'' tegasnya.
Selain itu, penunjukan Plt Gubernur Sumut bisa menimbulkan konsekuensi hukum. Menurut Kemendagri Plt Gubernur sumut akan dilaksanakan bulan Februari. Taufiqulhadi menilai kebijakan itu lebih salah dari yang terjadi di Jabar.
Sebab, Gubernur Sumut baru bisa diganti dengan Plt Gubenur bila telah habis masa jabatannya selama 5 tahun. Masa jabatan itu akan berakhir bulan Juni nanti. Jadi gubernur Sumut yang tidak mencalonkan diri itu, baru bisa digantikan pada Juni nanti.
''Jika digantikan sekarang, itu sama saja dipecat di tengah jalan. Apa alasan ia dipecat? Gubernur Sumut bisa menggugat nanti. Dan hal itu akan berakibat pada keabsahan hasil Pilkada Sumut nantinya,'' ujar politisi Nasdem tersebut.