REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Daftar Pencarian Orang (DPO) tersangka kasus megakorupsi kondensat Honggo Wendratno mulai disebar ke masyarakat. DPO kasus yang merugikan negara hingga Rp 38 triliun tersebut mulai diedarkan ke masyarakat luas pada Jumat (26/1).
Kasubdit III Tindak Pidana Pencucian Uang, Badan Reserse Kriminal Polri, Komisaris Besar Polisi Jamaludin menuturkan ini adalah salah satu upaya kepolisian untuk menuntaskan kasus korupsi kondensat. "Dimohon bantuan masyarakat, apabila mengetahui tersangka agar segera melapor ke Kantor Polisi terdekat," kata Jamaludin melalui pesan singkatnya, Ahad (27/1).
Keberadaan Honggo masih misterius sampai sekarang. Pada Rabu (24/1) malam, Subdirektorat Tindak Pidana Pencucian Uang Badan Reserse Kriminal Polri melakukan penggeledahan di kediaman Honggo, Jalan Martimbang III Nomor 3, Jakarta Selatan. "Pencarian tersebut dalam rangka perintah membawa tersangka atas nama Honggo Wendratno," kata Jamaludin.
Penyidik telah tiga kali mengirim surat pemanggilan dalam rangka penyerahan tahap dua untuk kekejaksaan. Dalam penggeledahan ke rumah Honggo tersebut, Honggo tidak ditemukan.
Posisi terakhir Honggo diketahui ada di Singapura. Dia menetap di Singapura untuk menjalani pengobatan. Penyidik telah melakukan pencarian di Singapura melalui senior liaison officer (SLO) Polri yang berada di Singapura. Penyidik Polri di Singapura juga telah mendatangi alamat yang patut diduga menjadi tempat tinggal Honggo di Singapura, namun Honggo tidak berhasil dijumpai.
Polri juga telah berkoordinasi denga the Interpol untuk menerbitkan Red Notice untuk Honggo. Red Notice pun diterbitkan pada 2017 lalu. Sehingga, kepolisian di seluruh dunia uang tergabung dalam Interpol dapat memburu mantan Direktur Utama PT TPPI ini.
Sejak Mei 2015, penyidik sudah menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam kasus kondensat ini. Mereka adalah Raden Priyono, Djoko Harsono, dan Honggo Wendratno. Raden Priyono dan Djoko Harsono sudah diketahui posisinya. Sementara itu, Honggo Wendratno belum ditahan karena tidak diketahui keberadaannya.
Perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh para tersangka adalah Tindak Pidana Korupsi Pengolahan Kondensat Bagian Negara. Mereka dinilai melawan hukum karena pengolahan oleh PT TPPI itu tanpa dilengkapi kontrak kerjasama serta mengambil dan mengolah serta menjual kondensat bagian negara yang merugikan keuangan negara. Audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan RI menunjukkan kerugian negara mencapai Rp 38 miliar.