REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Organisasi masyarakat Islam (Ormas) Islam, Al Ittihadiyah melakukan pengkajian dan pembahasan dalam Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) yang berlangsung di Hotel Sahira, Bogor, Jawa Barat pada 26-27 Januari 2018. Mukernas tersebut menghasilkan setidaknya tujuh rekomendasi yang dirumuskan oleh tim perumus.
Salah satu persoalan yang disorot dalam rekomendasi tersebut yaitu terkait kelompok lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT). "Fenomena LGBT harus ditolak karena merupakan penyimpangan kemanusiaan dan bertentangan dengan ajaran Agama Islam yang hak," ujar Ketua Tim Perumus Mukernas Al Ittihadiyah, Ismatul Hakim dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Sabtu (27/1).
Ia menjelaskan, masyarakat Indonesia menganggap bahwa LGBT adalah kaum yang menyimpang dan kaum berdosa yang tidak termaafkan. Karena perbuatan ini selain merusak norma kehidupan juga melanggar aturan norma atau nilai-nilai agama, budaya dan undang-undang, serta bertentangan dengan falsafah Pancasila yang selama ini masih tidak diperbolehkan di Indonesia.
Oleh karena itu, Al Ittihadiyah berharap, dengan terbitnya RUU RKUHAP tahun 2018 terkait LGBT, bisa memberikan kekuatan hukum bagi kegiatan LGBT di Indonesia agar dilarang, tidak berkembang dan tidak lagi ada di Indonesia. "Negara atau pemerintah berhak melarang dan menindak secara hukum kegiatan LGBT di Indonesia ini dalam membina para korban untuk dikembalikan lagi kepada fitrahnya sebagai manusia biasa dengan sentuhan kasih sayang dan kemanusiaan," ucapnya.
Selain itu, Mukernas Al Ittihadiyah juga menghasilkan beberapa rekomendasi lainnya. Pertama, Al Ittihadiyah ingin peran agama lebih dikedepankan lagi dalam sistem pendidikan nasional. Kedua, Al Ittihadiyah juga menolak terhadap Pengajuan Revisi RUU Penodaan dan Penistaan Agama (PNPS).
Ketiga, Al Ittihadiyah menolak aliran kepercayaan disejajarkan dengan Agama dan masuk ke dalam kolom identitas dalam KTP. "Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai aliran kepercayaan agar masuk dalam kolom agama di KTP sebagai identitas adalah hal yang menyalahi kesepakatan," kata Ismatul.
Keempat, perlu adanya perbaikan dalam proses rekrutmen dan kaderisasi kepemimpinan nasional Indonesia sejak menyatakan diri Merdeka 72 tahun yang lalu. Kelima, pemerintah perlu segera melaksanakan reforma agraria yaitu kembali kepada undang-undang pokok agraria nomor 5 tahun 1960 dan Tap MPR Nomor 9 Tahun 2001 tentang pelaksanaaan pembaruan agraria dalam pengelolaan sumber daya alam.
Keenam, perlu dilakukan penguatan peran ilmu pengetahuan dan teknologi, sertq penataan dunia riset sebagai pemandu dalam pembuatan kebijakan pembangunan nasional.