REPUBLIKA.CO.ID, JOMBANG -- Pengamah hukum tata negara Muhammad Mahfud MD mengungkapkan, pemikiran KH Hasyim Asyari dalam bernegara tidaklah eksklusif, tapi inklusif. Seperti contoh, ketika pemerintahan Jepang meminta Indonesia mengirimkan utusan untuk berdiskusi terkait kemerdekaan, Hasyim Asyari tidak mengirimkan ulama.
KH Hasyim Asyari, kata dia, lebih memilih mengirikam Soekarno untuk menjadi juru bicara Indonesia dalam diskusi tersebut. "Kiai Hasyim itu tidak ekslusif pemikirannya. Ketika ada janji-janji pemerintah Jepang dan diperlukan utusan untuk menjadi juru bicara bangsa dengan Jepang, Kiai Hasyim Asyari gak memilih kiai, tapi Bung Karno," kata Mahfud di Ponpes Tebuireng Jombang, Ahad (28/1).
Mahfud melanjutkan, dipilihnya Bung Karno menjadi utusan dalam diskusi tersebut bukan tanpa alasan. Alasannya, karena saat itu, Bung Karno memiliki lebih banyak pengikut, dan dia-lah yang nantinya akan mengisi kemerdekaan Indonesia.
"Yang paling cocok menurut Kiai Hasyim adalah Bung Karno. Artinya apa? Sangat terbuka, inklusif pikirannya itu. Karena Bung Karno saat itu yang lebih banyak pengikutnya dan diketahui akan mengisi kemerdekaan Indonesia," ujar Mahfud.
Mahfud juga mengungkapkan, Kiai Hasyim tidak memiliki konsep tentang ketatanegaraan atau khilafah. Karena, kata dia, konsep ketatanegaraan itu dalam sunah dan Alquran juga tidak ada. Tetapi, yang ada dalam Alquran dan sunah adalah prinsip dan konsep bernegara.
"Misalnya, Kiai Hasyim menganggap negara itu harus ada, ya kita memang harus punya. Sementara sistem pemerintahan itu merupakan produk ijtihad. Artinya, tidak ada yang baku, setiap orang, setiap ulama buat sendiri-sendiri dan itu sama benarnya," kata Mahfud.