Senin 29 Jan 2018 10:20 WIB

Indonesia-FAO Petakan Dampak Perubahan Iklim

Analisis dan pemetaan dampak melalui sistem pemodelan yang disebut MOSAICC .

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Budi Raharjo
Petani menunjukkan tanah sawah yang retak karena dilanda kekeringan. (ilustrasi)
Foto: Antara/Rahmad
Petani menunjukkan tanah sawah yang retak karena dilanda kekeringan. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Untuk mengatasi kesenjangan informasi perubahan iklim, Badan Pangan dan Pertanian PBB (FAO) bersama Kementerian Pertanian Republik Indonesia dan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menerapkan proyek Analisis dan Pemetaan Dampak Perubahan Iklim untuk Adaptasi dan Keamanan Pangan (AMICAF) yang didanai Kementerian Pertanian, Kehutanan dan Perikanan Jepang. Riset yang lebih baik diharapkan membantu pemerintah membentuk regulasi yang juga lebih baik.

AMICAF melakukan analisis dan pemetaan dampak melalui sistem pemodelan yang disebut MOSAICC (Modelling system for the assessment of the agricultural impacts of climate change). MOSAICC adalah model yang dikembangkan oleh FAO untuk dapat mengukur dampak dari perubahan iklim di sektor pertanian.

Hasil dari simulasi oleh MOSAICC dapat digunakan oleh para ahli dari berbagai institusi, pembuat kebijakan, ilmuwan, pelajar, dan anggota masyarakat sipil. Simulasi ini untuk meningkatkan kesadaran akan potensi dampak perubahan iklim dan menekankan pentingnya kebutuhan akan adaptasi terhadap perubahan iklim yang terjadi.

Sistem pemodelan ini juga dapat membantu negara-negara mengumpulkan informasi yang mereka butuhkan. Ini untuk memahami dampak spesifik perubahan iklim terhadap pertanian di daerah tertentu.

AMICAF juga ditujukan untuk membantu membangun kapasitas lembaga maupun individu di negara-negara yang mejadi percontohan dari proyek ini, sehingga analisis lebih lanjut dapat dilakukan walaupun proyek ini selesai. AMICAF dirancang untuk mendukung negara-negara yang menjadi percontohan.

''Hasil penelitian akan dibagikan kepada para pembuat kebijakan agar memungkinkan mereka merumuskan kebijakan berdasarkan hasil analisis yang solid dan disertai bukti-bukti konkret,'' jelas Manajer Internasional Proyek AMICAF FAO Hiroki Sasaki melalui keterangan tertulis kepada Republika.co.id.

Dampak jangka panjang dari program ini, lanjut Sasaki, diproyeksikan untuk mendukung kelompok rentan pada sektor pertanian. Terutama, bagi kalangan petani untuk mengatasi tantangan kerawanan pangan akibat perubahan iklim.

Riset yang dilakukan AMICAF mencakup perencanaan adaptasi berbasis bukti yang ditargetkan kepada kelompok rumah tangga petani yang rentan. Tujuannya guna membantu sistem informasi dan pemetaan untuk keamanan pangan dan adaptasi terhadap perubahan iklim dalam kehidupan masyarakat.

Proyek AMICAF telah diluncurkan di Filipina, Peru, Indonesia dan Paraguay. Keempat pemerintah negara tersebut telah siap untuk mengadopsi sistem pemodelan ini dalam kebijakan-kebijakan mereka dalam pertanian.

Perwakilan FAO di Indonesia, Mark Smulders, menyatakan, perubahan iklim adalah realitas dan kita harus merencanakan dengan baik untuk menghadapi tantangan terbesar di zaman ini. ''Kami berharap pemerintah mampu merespons tantangan perubahan iklim dengan lebih baik dengan mengalokasikan sumber daya dengan lebih efektif dengan memprioritaskan daerah, sektor, tanaman pangan dan kelompok masyarakat yang paling rentan, dalam membuat dan mengimplementasikan strategi adaptasi perubahan iklim,'' ujar Smulders.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement