Senin 29 Jan 2018 17:05 WIB

'Satu Pulau Satu Suara' Setop Sampah Plastik di Laut

Aksi bersih pulau digelar 24 Februari 2018.

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Yudha Manggala P Putra
Ilustrasi.
Foto: Antara
Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID,  DENPASAR -- Pemerintah bersama masyarakat bergerak bersama dalam kampanye 'Satu Pulau satu Suara' untuk menghentikan pencemaran sampah plastik di laut. Aksi bersih pulau ini secara simbolis akan digelar di Bali 24 Februari mendatang.

Co-founder Bye Bye Plastic Bags & Satu Pulau Satu Suara, Melati Wijsen mengatakan aksi bersih pulau ini tak hanya diadakan di Bali, melainkan pihaknya juga mengajak seluruh elemen masyarakat di Indonesia melakukan hal sama di pulau masing-masing. Ini adalah bentuk aksi nyata, bukan sekadar saling melempar tanggung jawab menghadapi bencana ekologis saat ini.

"Seluruh pihak sudah saatnya berbagi tanggung jawab mengatasi permasalahan sampah, khususnya sampah plastik," kata Melati dalam rilis tertulisnya kepada Republika.co.id, Senin (29/1).

Indonesia menempati urutan kedua sebagai negara penyumbang sampah plastik terbesar di laut. Volumenya diperkirakan mencapai 1,29 juta metrik ton setiap tahunnya.

Bali misalnya baru-baru ini ditetapkan darurat sampah akibat keberadaan sampah plastik musiman di sepanjang enam kilometer (km) garis pantai wisata. Ini mencakup pantai-pantai populer, seperti Pantai Kuta, Jimbaran, dan Seminyak. Sampah plastik di laut tentunya mengurangi estetika Bali sebagai destinasi pariwisata dunia.

Aktivis lingkungan, Suzy Hutomo mengatakan permasalahan sampah menjadi momok Pulau Dewata dan pulau-pulau lain di Indonesia. Pulau-pulau di Nusantara selalu memanen sampah plastik setiap tahunnya dari lautan. "Sampah berdampak buruk bagi lamun dan biota laut, sehingga menyebabkan kerusakan habitat secara fisik," katanya.

Pemerintah, kata Suzy saat ini memiliki berbagai kebijakan, namun belum bisa mengatasi permasalahan sampah plastik yang tingkatnya semakin mengkhawatirkan. Pemerintah mengeluarkan berbagai terobosan untuk mengatasi kebakaran hutan dan lahan gambut yang juga bersifat musiman, dan sekarang saatnya memperkuat komitmen menangani sampah. Kebijakan yang dimaksud hendaknya dapat mengubah perilaku masyarakat dan perusahaan demi Indonesia lebih baik.

Founder Eco Bali, Paola Cannucciari menambahkan Indonesia memerlukan pendekatan lebih sistematis untuk mengatur pemisahan sampah di level rumah tangga, dan industri. Skema daur ulang tidak cukup jika tak dibarengi skema pencegahan secara besar-besaran. "Tanggung jawab individu dan kolektif adalah kunci mengurangi sampah plastik yang merusak lingkungan dan lautan kita," ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement