Senin 29 Jan 2018 18:02 WIB

Serangan Akademi Militer Kabul Tewaskan 11 Tentara

Kelompok bersenjata ISIS mengaku bertanggung jawab atas serangan tersebut.

Tentara Nasional Afghanistan berjaga di pintu masuk akademi militer Marshal Fahim usai serangan di Kabul, Afghanistan, Senin (29/1).
Foto: AP Photo/Rahmat Gul
Tentara Nasional Afghanistan berjaga di pintu masuk akademi militer Marshal Fahim usai serangan di Kabul, Afghanistan, Senin (29/1).

REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Lima pria bersenjata pada Senin (29/1) menyerang akademi militer di Kabul, ibu kota Afghanistan dan menewaskan 11 tentara. Serangan ini adalah kekerasan keempat di Kabul dalam sembilan hari belakangan. Selain 11 korban tewas, 15 tentara lain mengalami luka sebelum lima pelaku serangan dikalahkan, kata Kementerian Pertahanan setempat.

Kelompok bersenjata ISIS mengaku bertanggung jawab atas serangan di akademi militer Marshal Fahim di pinggiran barat ibu kota itu. Empat pelaku tewas, sementara satu orang lain ditangkap.

Dua hari sebelumnya, bom di dalam ambulans meledak di pusat kota menewaskan lebih dari 100 orang, hanya satu pekan setelah serangan lain di hotel Intercontinental di Kabul memakan korban 20-an orang. Taliban mengklaim dua serangan itu.

Kementerian Pertahanan mengatakan lima pelaku serangan di akademi militer pada Senin subuh itu menggunakan granat dan senjata api otomatis laras panjang. "Tentara Nasional Afghanistan adalah pasukan pertahanan negara dan telah mengorbankan diri demi keamanan rakyat," kata kementerian.

Beberapa orang di tempat kejadian itu mengatakan penyerang menggunakan tangga untuk menaiki tembok pengaman. Tidak banyak informasi yang bisa didapatkan mengenai pergerakan ISIS di Afghanistan. Banyak analis meragukan mereka mampu beraksi sendirian dalam sejumlah serangan yang mereka klaim di Kabul dan kota lain.

Pada Rabu di kota Jalalabad, ISIS juga mengaku bertanggung jawab atas serangan terhadap organisasi bantuan internasional Save the Children. Keamanan terus memburuk memaksa Presiden Ashraf Ghani dan Amerika Serikat melancarkan strategi militer lebih agresif untuk mengalahkan pemberontakan Taliban dan ISIS di berbagai provinsi Afghanistan.

Amerika Serikat baru-baru ini memperbesar bantuan militer untuk Afghanistan. Mereka juga lebih sering melancarkan serangan udara dengan target persembunyian Taliban untuk memaksa mereka maju ke meja perundingan.

Taliban membantah dugaan mereka telah melemah dan menyatakan bom pada Sabtu merupakan pesan untuk Presiden Amerika Serikat Donald Trump. "Kami punya pesan yang jelas untuk Trump dan para penjilatnya, jika kalian ingin meneruskan kebijakan agresi dan berbicara dengan tembakan senjata, jangan berharap rakyat Afghanistan menjawabnya dengan bunga," kata juru bicara Taliban Zahibullah Mujahid dalam pernyataan tertulis.

Trump sendiri mengecam pengeboman pada Sabtu. "Kami tidak akan membiarkan Taliban menang!" kata Trump di Twitter-nya.

Namun, Presiden Ghani kini menghadapi keadaan sulit. Dia harus menghadapi benturan dengan politisi daerah, yang menolak kewenangan pusat dan sementara frustasi publik terus membesar karena masalah keamanan.

"Rakyat berpendapat pemerintah bekerja dengan sangat buruk sementara badan keamanan hanya memikirkan diri sendiri. Di sisi lain, koalisi internasional hanya ingin bertempur dari udara dan tidak punya informasi intelejen yang bisa diandalkan," kata Najib Mahmood, mahaguru ilmu politik di Universitas Kabul.

Hanya beberapa jam setelah serangan di akademi militer pada Senin itu, Presiden Indonesia Joko Widodo mendarat di Kabul. Jokowi mengatakan ulama dari Indonesia bisa membantu perdamaian di Afghanistan.

 

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement