REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Bogor, Jawa Barat menyatakan pemerintah daerah tidak perlu takut memberlakukan pelarangan iklan rokok dengan alasan akan kehilangan pendapatan. "Sepanjang pemerintah daerah sudah berkomitmen untuk melindungi warga dari dampak rokok, maka seluruh pemangku kepentingan seharusnya melakukan berbagai upaya untuk merealisasikannya," kata Kepala Bidang Penagihan dan Pengendalian Bapenda Kota Bogor Heryaningsih Eko Setiawati dalam sebuah lokakarya di Jakarta, Senin (29/1).
Heryaningsih mengatakan hal itu terjadi di Kota Bogor. Para pemangku kepentingan berkomitmen untuk mengoptimalkan pendapatan daerah untuk mendukung Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2015 tentang Reklame dan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2009 tentang Kawasan Tanpa Rokok.
Menurut dia, ketika pelarangan reklame rokok resmi diberlakukan pada 2009, PAD Kota Bogor berjumlah Rp 115 miliar. Pada 2010, PAD Kota Bogor meningkat menjadi Rp 125 miliar. "Pada 2016, PAD Kota Bogor malah meningkat pesat menjadi Rp 784 miliar," ujarnya.
Heryaningsih menjadi pembicara salah satu sesi dalam Lokakarya "Menuju Kabupaten-Kota Layak Anak Tanpa Iklan, Promosi dan Sponsor Rokok" yang diselenggarakan Yayasan Lentera Anak. Lokarya tersebut diikuti kepala dinas pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak dari 15 kabupaten dan kota.
Selain Heryaningsih, pembicara lain pada sesi tersebut adalah Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pemberdayaan Masyarakarat (DP3APM) Kota Surakarta dan anggota Tim Independen Penilai Kabupaten-Kota Layak Anak Hamid Pattilama.
Lokakarya tersebut juga meluncurkan buku hasil pemantauan iklan, promosi dan sponsor rokok di 10 kota yang dilakukan 170 anak anggota Forum Anak di 10 kabupaten dan kota. Menurut hasil pemantauan, terdapat 2.868 iklan, promosi dan sponsor rokok di 10 kabupaten/kota yaitu Bandar Lampung, Batu, Banjarmasin, Bekasi, Kupang, Mataram, Pasaman Barat, Pekanbaru, Semarang dan Tangerang Selatan.