Selasa 30 Jan 2018 11:39 WIB

Menyoal Pembongkaran Kuburan

ada sebab-sebab syar'i yang menyebabkan kuburan itu memang harus dibongkar.

Rep: A Syalaby Ichsan/ Red: Agung Sasongko
Kuburan (ilustrasi)
Foto: ksacc.com
Kuburan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Sempitnya lahan pemakaman di Ibu Kota dan sekitarnya membuat pemerintah setempat melakukan tumpangsari di beberapa tempat pemakaman umum (TPU). Penumpukan jenazah di dalam satu kuburan harus dilakukan mengingat jumlah orang yang dimakamkan di Jakarta rata- rata mencapai 80-100 orang per hari.

Di sisi lain, banyaknya orang yang meninggal tersebut tidak diimbangi dengan pertumbuhan lahan makam yang sebanding. Bukan sekadar tak berkurang, lahan kuburan juga sering menjadi korban penggusuran proyek-proyek infrastruktur seperti pembangunan banjir kanal timur.

Sebenarnya, bagaimana Islam memandang tentang pembongkaran kuburan dan penumpukan jenazah? Apakah jenazah boleh dikubur dengan cara ditumpuk- tumpuk dalam satu lubang? Bukankah mayat terlebih jenazah orang-orang saleh memiliki kemuliaan di sisi Allah SWT?

Dalam Fikih Kontemporer, Syekh Yusuf Qaradhawi menjelaskan, hukum asal membongkar kuburan dan mengeluarkan mayat kemudian menggunakan lahan tersebut untuk hal lain tidak diperbolehkan. Hal tersebut bertujuan demi menjaga kehormatan mayat tersebut sebagaimana disepakati para ulama. Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud secara marfu' berbunyi, Mematahkan tulang mayat sama halnya mematahkan tulang orang hidup.

Meski demikian, Syekh Yusuf Qaradhawi berpendapat ada sebab-sebab syar'i yang menyebabkan kuburan itu me mang harus dibongkar. Pertama, masa penguburannya telah lama sehingga mayat diperkirakan sudah hancur menjadi tanah. Meski demi kian, Syekh Qaradhawi memberi catatan, untuk meneliti hal tersebut harus cermat karena kondisi tanah berbeda antara daerah satu dan lainnya.

Penyebab lainnya, yakni keberadaan mayat dalam kuburan itu terganggu. Semisal kuburan itu kotor terendam air. Di dalam kitab Al Mughni, Imam Ahmad pernah ditanya tentang mayat yang dikeluarkan dari kubur dan dipindahkan dari tempat lain. Dia lantas memperbolehkannya jika di kuburannya itu terdapat sesuatu yang mengganggu. Beliau pun berkata, Kuburan Aisyah dan Talhah juga dipindahkan.

Berikutnya, jika ada hak seseorang yang bersangkutan dengan ahli kubur. Para fuqaha membolehkan membelah pe rut mayat untuk mengeluarkan sedikit harta yang ditelannya semasa si mayat masih hidup.

Para ulama Mazhab Hanafi pun tidak memperbolehkan membongkar atau mengeluarkan mayat setelah ditanam. Kecuali ada sangkut pautnya dengan hak adami. Semisal ada perhiasan jatuh di dalam kuburan, mayat dikafani dengan kain curian, atau karena ada harta yang tertanam bersamanya meski hanya satu dirham.

Contoh lainnya adalah jika seseorang membeli sebidang tanah lantas digunakan untuk mengubur orang mati. Kemudian, dia datang hendak menjualnya atau memilikinya dengan jalan syuf'ah (hak yang diambil alih). Maka, pemilik itu berhak mengeluarkan mayat itu atau membiarkannya.

Terakhir, ada kepentingan umum yang sangat mendesak sehingga kuburan itu harus dibongkar. Kepentingan ini tidak dapat direalisasikan kecuali dengan menggunakan tanah kuburan itu dan memindahkan tulang belulang di dalam nya.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement