REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Ulama (GNPF) memperbaiki permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (UU Ormas). Materi yang diperbaiki terkait peran pengadilan.
Menurut kuasa hukum pemohon, Mohammad Kamil Pasha, sebenarnya draft awal tidak ada masalah. Namun, ada perbaikan menyangkut format hanya pada petitum yang dibuat lebih ringkas.
Di samping itu, hakim Mahkamah Konstitusi (MK) juga memberikan kesempatan apabila pemohon ingin memperkuat dalil-dalil yang ada. Setidaknya, kata Pasha, ada empat dalil yang diperkuat.
Pertama dihilangkannya peran lembaga kekuasaan kehakiman di bawah Mahkamah Agung dalam Undang-undang Ormas, yakni pengadilan dalam memutus pembubaran ormas. "Sehingga ormas yang dibubarkan tidak dapat membela diri dipengadilan ketika dibubarkan," kata Pasha, saat dihubungi melalui sambungan telepon, Selasa (30/1).
Kedua adalah frase "paham lain" dalam Undang-undang Ormas yang sangat berbahaya, karena bisa ditafsirkan sesuai kehendak subjektivitas penguasa. Sehingga, apabila ormas Islam yang kegiatannya berdakwah, dianggap mengancam rezim yang berkuasa. Sementar pemahaman para pemohon yang berdakwah berpegang pada Alquran dan sunnah berpotensi untuk dikriminalisasi.
Ketiga, lanjut Pasha, dalam penerapannya Undang-undang Ormas--dahulu Perppu ormas--hanya diterapkan kepada Ormas Islam yakni Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).Tapi, itu tidak berlaku kepada Ormas-ormas pelaku persekusi Ustaz Tengku Zulkarnain di Kalimantan dan persekusi Ustaz Abdul Somad di Bali, dan rusuh GMBI di Bekasi.
"Terakhir yang diperkuat adalah anggota ormas yang ormasnya dibubarkan tanpa proses pengadilan tersebut juga bisa langsung diproses pidana," tutup Pasha.