Selasa 30 Jan 2018 16:19 WIB

Indigofera dan Alang-Alang di Semarang akan Diindustrikan

Tumbuhan tersebut dapat diolah menjadi komoditas bernilai yang menguntungkan.

Rep: Erdy Nasrul/ Red: Agung Sasongko
Alang-alang ilustrasi
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Alang-alang ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID,  SEMARANG — Tanaman Tarum atau Indogofera zollingeriana yang tumbuh subur di lahan-lahan Kabupaten Semarang, terutama sekitar danau Rawa Pening, memiliki prospek ekonomi yang besar. Tumbuhan tersebut dapat diolah menjadi komoditas bernilai yang menguntungkan masyarakat setempat.

Sekelompok petani yang tergabung dalam Forum Tani Muda Jawa Tengah berencana mengolah tanaman tersebut. Hal itu mereka sampaikan dalam diskusi di Pondok Pesantren WALI, desa Candirejo, Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang, pekan lalu.

Diskusi yang mengambil tema “Indigofera & Enceng Gondok, Alternatif Pengolahannya Sebagai Pakan Ternak Bermutu Tinggi” ini adalah persiapan menuju produksi secara komersial. Para petani muda itu akan membentuk kolaborasi mengindustrikan tanaman ini agar menjadi komoditas yang menyejahterakan banyak orang.

Guru besar Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Prof Dr Luki Abdullah dalam kesempatan itu menjelaskan, Indigofera sangat bagus sebagai pakan ternak dalam bentuk olahan. Dengan sebuah proses yang tidak begitu rumit, bahan ini bisa diolah menjadi tepung.

Dalam bentuk inilah Indigofera dapat dikemas dan menjadi komoditas bernilai ekonomi tinggi. “Pemrosesan bahan ini tidak rumit dan bisa dilakukan oleh kelompok petani,” katanya.

Konsultan senior yang juga direktur utama PT Wadantra Nilatama, Sudjarwo Marsoem, yang diminta menilai aspek ekonomi tanaman ini mengaku optimis tanaman ini dapat diproduksi masal.  Selama ini Indigofera belum begitu memberikan sumbangan ekonomi yang signifikan. “Bila semua pihak menyatukan sumberdaya, hal ini pasti segera terwujud,” katanya.

Di sekitar Rawa Pening, lahan-lahan subur ditumbuhi banyak tanaman yang oleh petani tidak dilihat potensinya. Hal ini disayangkan oleh kalangan industri. Adam Satria Bhakti dari PT Jamu Air Mancur, yang hadir pada acara itu mengungkapkan, industri jamu membutuhkan bahan-bahan tanaman perdu yang selama ini tumbuh liar.

  “Saya melihat tanaman alang-alang dan suket teki dibabat dan dibakar oleh petani,” katanya.

Daun Turi juga hanya dibuang begitu saja, padahal pihaknya siap menampung bahan ini dengan harga yang bagus. Menurut Adam, satu pak jamu itu membutuhkan sekitar 10 -12 macam tanaman.

“Bila salah satu tidak ada maka tidak akan jadi jamu,” katanya. Maka dari itu  industri jamu di Indonesia pasti akan menyerap tanaman-tanaman itu. Petani bisa memanfaatkan lahan-lahan kosong di waktu-waktu kosong untuk menambah penghasilan dengan cara ini.

Anggota Komisi B DPRD Jateng, Ahsin Maruf mengatakan, para petani harus kreatif memanfaatkan lahan yang ada. “Kami akan mengupayakan bantuan semaksimal mungkin agar petani dapat melakukan pengolahan lahan secara cerdas dan berteknologi,” katanya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement