Rabu 31 Jan 2018 08:52 WIB

PBB: Oposisi dan Pemerintah Bentuk Komite Bersama

Perwakilan Suriah butuh tempat yang netral untuk bentuk konstitusi.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Teguh Firmansyah
Suasana kota di Suriah yang hancur akibat perang saudara yang melanda negara tersebut.
Foto: EPA/STR
Suasana kota di Suriah yang hancur akibat perang saudara yang melanda negara tersebut.

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA --  Utusan Khusus PBB untuk Suriah Staffan de Mistura mengatakan, komite konstitusional Suriah siap dibentuk.  Hal ini tercapai setelah perwakilan pemerintah dan oposisi Suriah melakukan perundingan intra-Suriah dan menyepakati pembentukan komite terkait.

"Kalian menyimpulkan, Komite Konstitusi setidaknya harus terdiri dari pemerintah, perwakilan oposisi dalam perundingan intra-Suriah di Jenewa (Swiss), pakar Suriah, masyarakat sipil, pemimpin suku, dan perempuan. Kalian juga menyimpulkan untuk memastikan representasi yang memadai dari pemimpin etnis dan agama Suriah. Dan kami telah melihat banyak di sini hari ini," kata de Mistura setelah perundingan intra-Suriah digelar pada Selasa (30/1), dilaporkan laman Anadolu Agency.

 

Baca juga, AS Kecam Bom Rusia dan Suriah yang Tewaskan Oposisi.

 

De Mistura mengungkapkan, kongres intra-Suriah menyimpulkan bahwa kesepakatan akhir mengenai komposisi komite konstitusional akan dicapai dalam perundingan di Jenewa yang disponsori PBB.  "Saya akan menunjukkannya sesegera mungkin, karena Suriah tidak dapat menunggu. Saya ingin melanjutkan tugas saya yang diamanatkan berdasarkan Resolusi 2254. Dengan cara ini, panitia konstitusi dapat dibentuk secara nyata dan konkret, kemudian mulai bekerja," ujarnya.

Ia tak menampik penyusunan konstitusi baru Suriah bukan pekerjaan mudah. Namun pekerjaan ini memang harus dituntaskan. Terkait hal ini, menurut de Mistura, perwakilan Suriah membutuhkan tempat yang aman dan netral untuk menyusun konstitusi.   "Semua rakyat Suriah saat ini membutuhkan gencatan senjata yang berkelanjutan, akses kemanusiaan penuh, dan pembebasan tahanan," ujarnya.

Kesepakatan yang telah tercapai antara perwakilan pemerintah dan oposisi Suriah untuk membentuk komite konstitusional merupakan sebuah kemajuan signifikan. Sebab, selama delapan putaran perundinganyang telah digelar PBB sejak 2013, perundingan pemerintah dan oposisi takpernah menghasilkan kesepakatan apapun untuk menciptakan perdamaian kembali di Suriah.

Pada Desember 2017, perundinagn damaiSuriah putaran kedelapan yang digelar di Jenewa, Swiss, berakhir tanpa hasil apapun. De Mistura menerangkan, kegagalan perundingan tersebut karena delegasipemerintah Bashar al-Assad mengajukan prasyarat untuk melakukan pemibcaraanlangsung dengan oposisi.

Menurut kepala delegasi rezim pemerintah Suriah, Bashar al-Jaafari, mereka tidak akan melakukanpembicaraan langsung dengan oposisi sebelum para milisi menarik diri dari deklarasiRiyadh 2. Deklarasi Riyadh 2 merupakan sebuah pernyataan oposisi yang menolakPresiden Suriah Bashar al-Assad terlibat dalam proses transisi politik dinegara tersebut.

De Misturamenilai prasyarat yang memaksa oposisi untuk menarik diri dari deklarasi Riyadh2 bukanlah pendekatan logis dan memungkinkan oleh pihak pemerintah.Memperhatikan prasyarat yang diajukan, de Mistura menduga pemerintah Suriah memang tak sungguh-sungguh ingin menemukan solusimelalui negosiasi dengan oposisi.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement